Pentingnya Manajemen Talenta bagi Generasi Milenial

  • Bagikan

Suaraindo.id – Bonus demografi di Indonesia sudah dirasakan dengan banyaknya talenta-talenta dari generasi milenial yang mengisi di instansi pemerintah dan BUMN. Generasi milenial yang terpapar masifnya perkembangan teknologi dituntut untuk dapat bekerja lebih kreatif, inovatif, dan produktif.

Tuntutan tersebut tentunya harus sejalan juga dengan penerapan manajemen talenta agar generasi milenial sebagai aset sumber daya manusia (SDM) dapat terpetakan dan diberdayagunakan dengan baik. Hal ini berkaitan dengan tongkat estafet kepemimpinan dimasa depan yang akan diserahkan kepada generasi milenial.

“Saat ini, aset SDM menjadi jauh lebih penting daripada aset finansial. Dengan banyaknya generasi milenial yang mengisi di dalam organisasi, maka manajemen talenta berperan penting dan sangat urgensi untuk diterapkan. Karena ke depan, kita sebagai generasi milenial yang akan mengambil alih posisi strategis, baik di instansi pemerintah, BUMN, atau perusahaan apapun,” jelas First Senior Manager Consumer Loans Bank Mandiri Irwan Hidayatullah saat menjadi narasumber dalam Career and Talent Talk Series #12, beberapa waktu lalu.

Dalam diskusi daring yang mengangkat tema _Millennials in Today’s Workplace: A New Set of Talent Management_ ini, dijelaskan bahwa secara umum manajemen talenta memiliki tiga peranan besar. Pertama, dalam perekrutan talenta berkualitas untuk masuk sebagai aset SDM. Kedua, pemberdayaan talenta selama berkarier, dan ketiga, pengaturan karier talenta yang terarah. Dengan adanya penerapan manajemen talenta, maka tiap individu dapat terukur, tearah, dan memiliki gambaran mengenai kariernya ke depan.

Penerapan manajemen talenta ini juga bisa menggali dan memaksimalkan berbagai potensi pada talenta milenial. Irwan menuturkan bahwa banyak cara yang dapat dilakukan untuk menemukan berbagai potensi yang ada, seperti dengan berani mencoba banyak hal, banyak membaca, serta memperluas wawasan dan jaringan.

“Mencari potensi itu butuh perjalanan panjang, harus sering mencoba dan mencari tahu. Termasuk di lingkungan kantor dimana kita bisa melakukan mentoring dengan atasan dan mendapat masukan dari rekan kerja. Sehingga kita dapat mengetahui potensi yang ada dalam diri kita, serta menambah wawasan dan melatih mental kita dalam dunia kerja,” ungkap pria yang aktif dalam Thisable Enterprise sebagai Financial Planning Mentor ini.

Dalam bekerja, generasi milenial sering memiliki ekspektasi tinggi terhadap tempatnya bekerja. Irwan mengingatkan bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna, termasuk juga tidak ada organisasi dan pemimpin yang sempurna. Oleh karenanya, generasi milenial juga dituntut untuk adaptif terhadap lingkungan kerjanya. Organisasi pun juga dituntut adaptif untuk dapat mengubah budaya kerja untuk memfasilitasi generasi milenial yang tetap berdasar kepada riset dan terukur. “Sehingga ada titik temu antara organisasi dengan talenta yang dimilikinya,” ujar Irwan

Namun, bukan berarti dengan penerapan manajemen talenta dapat menjamin keberhasilan generasi milenial di tempat bekerja. Generasi milenial seringkali erat kaitannya dengan isu gap atau jarak antargenerasi yang berkaitan dengan perbedaan pola kerja antara generasi milenial dengan generasi sebelumnya.

Irwan mengatakan bahwa menghilangkan jarak antargenerasi ini tidaklah mudah, karena diperlukan perubahan kebiasaan dan budaya organisasi. Yang paling penting adalah apakah organisasi menyadari akan hadirnya isu jarak antargenerasi ini. Jika sudah sadar, maka organisasi dapat melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir jarak tersebut, seperti dengan meningkatkan kolaborasi antargenerasi.

Senada dengan yang Irwan sampaikan, ASN Kementerian Keuangan yang juga Top 3 PNS Inspiratif Tahun 2019 Jaya Setiawan Gulo mengatakan bahwa jarak antargenerasi itu tidak akan bisa dihilangkan, tapi bisa diminimalisir. Caranya adalah dengan menghubungkan antargenerasi melalui komunikasi.

Komunikasi dianggap sebagai jembatan yang menghubungkan antargenerasi. Generasi milenial yang pada umumnya baru memasuki dunia kerja, masih membutuhkan banyak ilmu, pengalaman, keahlian, serta networking. Hal tersebut justru bisa didapatkan melalui berbagi cerita dan pengalaman dari generasi sebelumnya yang telah lama terjun di bidangnya masing-masing.

Adanya komunikasi yang terjalin antargenerasi dalam suatu organisasi, maka akan menciptakan kolaborasi yang harmonis dimana masing-masing generasi memiliki peran untuk mengisi satu sama lain. Dengan demikian, suasana kerja yang kondusif akan menciptakan suasana kerja yang nyaman.

Pria yang saat ini aktif dalam platform Jadi PNS ini juga mengutarakan pendapatnya mengenai yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk memotivasi generasi milenial. Pertama adalah dengan program fast track bagi talenta milenial, sehingga talenta terbaik memiliki jalur percepatan dalam jenjang kariernya. Ide fast track ini sudah termasuk dalam manajemen talenta, tinggal dieksekusi dengan tepat.

Kedua, berikan tantangan bagi generasi milenial untuk dapat memecahkan solusi dari masalah yang ada dalam pekerjaan yang dihadapi untuk membuktikan performa generasi milenial dalam menawarkan solusi dan juga sebagai area pembuktian kompetensi. Dan ketiga, transformasi birokrasi sehingga menciptakan visible working system dimana generasi milenial selain dapat bekerja dengan lebih cepat, juga dapat melakukan berbagai inovasi.

Dengan demikian, generasi milenial Indonesia, baik yang bekerja sebagai ASN, di BUMN, atau perusahaan manapun, dapat menunjukkan dirinya dengan kapabilitas dan kompetensi yang dimiliki.

“Kita semua punya cara sendiri untuk mengharumkan nama Ibu Pertiwi. Jangan merasa kecil, karena yang kecil adalah mereka yang tidak punya prestasi dan belum berkontribusi untuk Ibu Pertiwi,” ungkap Gulo.

  • Bagikan