Bullying di Sekolah Sebabkan Dampak Negatif Keseharian Remaja AS

  • Bagikan
Seorang remaja San Francisco berpartisipasi dalam studi penelitian Universitas Stanford tentang penggunaan ponsel cerdas untuk membantu mendeteksi depresi, 1 November 2018.

Suaraindo.id–Penembakan yang dilakukan pelajar berusia 15 tahun di Oxford High School, Oakland County, dekat Detroit, negara bagian Michigan, AS, baru-baru ini mengangkat kembali topik kekerasan senjata oleh remaja dan kemungkinan kaitannya dengan perundungan atau bullying. Meski bukan menjadi alasan pembenar tindak kejahatan, bullying bisa memicu tindakan-tindakan mengerikan.

Pada laporan tahunannya yang ke-22 mengenai Indikator Kejahatan dan Keamanan Sekolah, Biro Statistik Kehakiman (BJS) dan Pusat Statistik Pendidikan Nasional AS (NCES), menyebut siswa AS yang berusia 12-18 tahun mengatakan bullying menimbulkan berbagai dampak negatif pada aspek kehidupan sehari-hari mereka.

Laporan yang didasarkan pada riset gabungan mengenai aspek-aspek kejahatan dan keamanan di sekolah-sekolah AS tersebut juga mendapati bullying di AS terkait dengan: penampilan fisik, ras, gender, disabilitas, etnis, agama dan orientasi seksual.

Degung Santikarma memiliki seorang putri, murid SMU di Bluemont, Virginia. Ia mengakui karasteristik bullying di SMU yang dialami putrinya terkait ras campuran Asia dan kulit putih.

“Menganggap orang bisa cantik karena dia perempuan karena dia ras campuran, itu juga bentuk lain dari bullying, objectification,” jelasnya.

Santikarma mengamati faktor ras sering menjadi latar belakang perang ideologi dan politik yang diawali di SMU Amerika.

“Yang menarik menurut saya terutama SMA dan SMP, munculnya critical race theory atau teori kritis mengenai ras, jadi ajang pertempuran politik , dulu kita tidak tahu di sini di SMU dimulainya, akar pertempuran politik ideologi, mungkin dalam bahasa Inggrisnya disebut “Culture War”, perang budaya,” imbuh Degung..

Seorang guru pustakawan di sekolah menengah Connecticut (kiri), bersama siswanya di kelas Digital, 20 Desember 2017.
Seorang guru pustakawan di sekolah menengah Connecticut (kiri), bersama siswanya di kelas Digital, 20 Desember 2017.

Teori kritis mengenai ras adalah konsep akademis yang berusia lebih dari empat dekade. Ide intinya adalah ras merupakan konstruksi sosial, dan rasisme bukan hanya produk dari bias atau prasangka individu, tetapi juga sesuatu yang tertanam dalam sistem dan kebijakan hukum.

Teori ini digunakan untuk berupaya memahami bagaimana rasisme di AS membentuk kebijakan politik, menjadi pemecah yang membenturkan orang kulit putih dengan orang kulit berwarna lainnya. Perpecahan masyarakat AS ini kemudian berkembang pada isu-isu sosial lainnya termasuk mengenai kepemilikan senjata api, distrik pemilu, dan materi pendidikan.

Negara-negara bagian di Amerika memperdebatkan teori ini, bahkan melarang guru-guru di SMU untuk menggunakannya dalam pelajaran di kelas, termasuk materi mengenai perbudakan, segregasi, dan ketidakadilan dalam sistem hukum.

Michael Christensen, lulusan SMU di Springfield, VA, membenarkan faktor ras dalam bullying dan mengatakan itu sekarang diperparah oleh kehadiran media sosial. Michael menambahkan seringkali orang dewasa gagal melihat keseriusan dampak bullying pada siswa SMU.

“Separuh dari orang dewasa tidak menanggapi serius masalah ini, menganggap hanya ulah nakal anak-anak, akan berhenti dalam beberapa minggu dan bullying terus bergulir menjadi bencana yang lebih besar dan situasi mengerikan seperti ini,” paparnya.

Siswa mengenakan masker di dalam kelas untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 di Santa Fe South High School, Oklahoma City, Oklahoma, AS, 1 September 2021. (REUTERS/Nick Oxford)
Siswa mengenakan masker di dalam kelas untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 di Santa Fe South High School, Oklahoma City, Oklahoma, AS, 1 September 2021. (REUTERS/Nick Oxford)

Amerika menyadari bullying sebagai isu penting yang harus diatasi sekolah-sekolah di seluruh negeri. Dalam situs resminya https://www.stopbullying.gov/ pemerintah AS mengingatkan pentingnya respon cepat dan konsisten terhadap prilaku bullying.

Belum jelas apa yang menyebabkan remaja di Michigan menembak mati empat rekannya di sekolah dan mencederai delapan lainnya, namun penilik sekolah mengatakan Ethan Crumbley tidak mendapat tindakan disiplin setelah dipanggil bersama orang tuanya di sekolah dan sebelumnya tidak ada catatan mengenai tindakan disipliner terhadapnya di SMU Oxford High School. [my/ka]

  • Bagikan