Menata Jiwa, Ramadan Bermakna

  • Bagikan
Atalia, S.Kom.I, Penyuluh Agama Islam Non PNS Kabupaten Kubu Raya

Oleh : Atalia, S.Kom.I

Sahabat Muslimah, kini bulan suci Ramadan telah tiba. Kehadirannya merupakan suatu kebahagiaan bagi muslimah yang dalam penantian panjang serta menahan kerinduan. Bulan yang penuh berkah yang di dalamnya penuh keampunan serta pahala dilipatgandakan.

Perasaan gembira menyelimuti sahabat muslimah yang semakin ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebab ini merupakan kesempatan yang ada hanya setahun sekali dan belum tahu apakah kesempatan ini akan bisa didapat pada tahun berikutnya atau tidak. Saat pahala kebaikan dilipatgandakan dengan tiada batasnya oleh Sang pencipta yang berbuat kebaikan itu sendiri dengan berpuasa. Maka selayaknya waktu dipergunakan dengan sebaik-baiknya tanpa ada yang disia-siakan.

Rasulullah SAW telah bersabda menceritakan firman Tuhannya.

“Setiap kebaikan dibalas dengan sepuluh kali hingga tujuh ratus kali lipat, kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya.”

Puasa juga merupakan sarana seorang hamba untuk menggapai predikat takwa sesuai dengan makna yang terkandung dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”(Q.S. Al-Baqarah :183)

Agar puasa kita lebih bermakna, dan tidak hanya sebatas menahan haus dan lapar seperti dalam hadits: “Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan dari puasanya kecuali hanya lapar dan dahaga.” (HR. An-Nasa’I dan Ibnu Majah).

Hendaklah mentaati apa yang diperintakan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW : “Sesungguhnya puasa itu adalah perisai. Jika seorang di antara kalian berpuasa maka janganlah ia berkata kotor dan jangan bertindak bodoh. Jika seseorang menyerangnya atau mencacinya., hendaklah ia berkata ‘sesungguhnya aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa.’” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).”

Begitu pula agar pahala puasa diterima, selayaknya menjauhi segenap hal yang membatalkan pahala puasa itu sendiri:

“Ada lima perkara yang membatalkan (pahala) puasa , yaitu dusta, mengumpat, mengadu domba, sumpah dusta dan memandang dengan birahi.”

Sahabat Muslimah, jiwa seorang muslimah adalah jiwa yang sangat sensitif dan perasa. Maka dari itu ada beberapa hal yang mesti kita lakukan demi meraih Ramadan penuh makna. Diantaranya adalah instropeksi diri, bertobat, maaf dan memaafkan dan ikhlas karena Allah. Sebab betapa akan beruntung diri kita jika menyucikan jiwa. Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S. Asy-Syams ayat 7-10:

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّىٰهَا
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا

“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan) nya. Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikan (jiwa itu). Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (Q.S. Asy-Syams:7-10).

Instropeksi diri dilakukan sebagai suatu hal untuk melihat keaiban diri sendiri agar apa yang akan dilakukan semata-mata untuk terus perbaikan diri sendiri.

Bertobat dilakukan agar aib dan dosa yang telah dilakukan berharap diampuni Allah dan apa yang akan dilakukan dapat menjadi tambahan pahala kebaikan.

Maaf dan memaafkan, tentunya untuk maaf dan memaafkan adalah terkait dengan orang lain. Apabila orang lain memiliki salah pada diri kita, selayaknya diri memaafkan dan jika diri kita memiliki salah kepada orang lain, berkewajiban pula untuk segera meminta maaf. Sebab akan sia-sia saja jika di hati masih ada rasa kebencian kepada orang lain dan akan mengurangi makna baik di bulan Ramadan.

Ikhlas karena Allah, tentu apa yang diri kita lakukan semuanya ikhlaskan karena Allah. Sebab apapun yang diperbuat, Allah yang akan memberi balasan sesuai dengan apa yang telah kita lakukan. Maka dari itu, sucikan jiwa dari penyakit hati dan akan terasa Ramadhan bermaknadan semua yang dilakukan hendaklah mengharapkan ridha Allah SWT, sebagaimana dalam hadits Nabi “Siapa saja yang berpuasa karena iman dan mengharap ridho Allah maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari)

Referensi :
1. Ringkasan Ihya Ulumuddin-Imam Al-Ghazali
2. Penyucian Jiwa Mutiara Ihya Ulumuddin-Sa’id Hawa

Penulis: suaraindo.idEditor: Heri Mustari
  • Bagikan