Suaraindo.id- Tindak kekerasan terhadap Pekerjaan Migran Indonesia (PMI) menjadi momok menakutkan di tengah masyarakat. Terlebih banyaknya kasus yang menimpa pahlawan devisa negara itu.
Meminimalisir kasus dan menghilangkan stigma masyarakat itu, pemerintah melalui Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI), berkomitmen untuk memberikan perlindungan bagi semua PMI dari Tanah Air.
“Makanya, melalui BP3MI, Negara menjamin perlindungan bagi semua PMI,” kata Kepala BP3MI, Bayu Aryadhi di dalam Focus Group Discussion (FGD) di Padang, Rabu (26/10).
Dikatakan Bayu, BP2MI ialah instansi khusus yang dibentuk pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2019 untuk memastikan perlindungan bagi PMI. Negara menjamin PMI mulai dari sebelum kerja, saat bekerja, dan setelah bekerja atau pulang ke Tanah Air.
Berdasarkan Perpres itu, BP2MI itu bertugas sebagai pelaksana kebijakan dalam pelayanan PMI secara terpadu. Hal itu sesuai Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2017 yang menjamin penegakan hak asasi manusia (HAM) sebagai WNI, baik secara hukum, ekonomi, dan sosial.
“Kita tak bisa sendiri, jadi dalam perlindungan PMI secara terpadu, melibatkan multi stakeholder dari pusat, provinsi, kabupaten dan kota, hingga pemerintah desa,” jelasnya.
Bayu melanjutkan, dalam upaya meningkatkan perlindungan ini perlu menguatkan koordinasi dan sinergisitas stake holder atau instansi terkait. Salah satunya, yakni melalui FGD Satuan Tugas Perlindungan PMI, khususnya dari wilayah Sumbar.
Dia juga mengungkapkan, Sumbar termasuk penyumbang penempatan PMI ke luar negeri, khususnya ke negara Malaysia, Jepang, hingga Korea. Tercatat sejak Januari 2019 hingga September 2022, sekitar 1.568 orang PMI Sumbar untuk pekerja sektor formal.
“Berdasarkan data dari BP3MI Sumbar, sekitar 150 orang kembali ke Sumbar dalam waktu tiga tahun terakhir,” ujarnya.
Dari jumlah itu, juga disebutkan masih banyak PMI yang bekerja di luar negeri secara non prosedural, dan mayoritas PMI yang pulang tidak terdaftar pada sistem BP2MI. Dalam artian, PMI itu hanya menggunakan visa kunjung atau tidak memiliki dokumen keimigrasian.
“Akibatnya banyak yang mengalami permasalahan saat berada di luar negeri, dan mengakibatkan PMI rentan menjadi korban kekerasan, TPPO, dan tindakan kriminal lainnya,” tambah Bayu.
Berdasarkan data ketenagakerjaan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar 2021, jumlah penduduk usia kerja sebanyak 4.077.628 oramg, angkatan kerja 2.581.444 orang, dan angka pengangguran 179.948 orang. Artinya, 4,4 persen angkatan kerja masuk kategori pengangguran.
“Salah satu upaya mengurangi angka pengangguran ini, dengan menyalurkan PMI ke sektor formal di luar negeri,” sebut Kabid Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja Disnakertrans Sumbar, Rina Adyanti usai FGD.
Dia mengungkapkan, Pemprov Sumbar komitmen melindungi PMI asal Sumbar, mulai dari prakerja, saat kerja, dan setelah pulang ke Ranah Minang. Komitmen itu dibuktikan dengan dibentuknya Satgas Pelindungan PMI Nomor 561-121-2022 pada 14 Februari 2022 lalu.
“Untuk warga Sumbar ke luat negeri memang dibatasi pekerjaannya, sejak imbauan Gubernur Irwan Prayitno dulu, kita hanya mengirim PMI sektor formal, artinya karyawan di perusahaan, bukan asisten rumah tangga,” imbuhnya.
Sebelumnya, Staf Khusus Kepala BP3MI, Wawan Fahrudin yang ikut hadir FGD juga menyatakan komitmen pemrrintah dalam melindungi PMI. Terlebih dalam UUD 1946, Pasal 27 ayat (2), dinyatakan setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
“Setiap warga berhak memilih dan mendapatkan pekerjaan yang layak, termasuk memiliki hak perlindungan dari negara,” ucap Wawan.
Kendati begitu, dia juga tak menampik, masih banyak PMI yang mengalami tindak kekerasan dari negara penempatan. Tentu peristiwa ini harus dicegah dan tidak boleh terus terulang. Apalagi, PMI yang jadi korban penghasil devisa bagi negara.
“Masyarakat harus tahu, PMI itu korban. Tidak ada PMI ilegal, cuma yang ada itu penempatannya yang ilegal, atau oleh instansi ilegal,” tegasnya.
Pernyataan Wawan itu dikuatkan dengan data Pekerja Global Indonesia dari Laporan Bank Dunia, jumlah PMI mencapai 9 juta orang. Namun yang resmi terdaftar di Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKOP2MI), hanya 4.552.060 orang.
“Artinya 4,5 juta PMI diasumsikan berangkat secara tidak resmi, atau pindah tempat kerja namun tak melaporkan ke BP3MI secara resmi,” jelas Wawan.
Dari jumlah PMI yang resmi itu, terbesar berasal dari daerah Jawa Timur, sebanyak 1.003.024 orang. Diikuti Jawa Barat sebanyak 994.304 orang, Jawa Tengah 962.352 orang, Nusa Tenggara Barat 335.220 orang, Lampung 202.876 orang, dan selebihnya di bawah 100 ribu orang.
Terakhir, Wawan juga mengungkapkan, dari jutaan PMI itu mampu menyumbang devisa nomor 4 terbesar bagi negara, yakni mencapai Rp159,6 triliun. Kendati pandemi COVID-19, devisa negara dari PMI hanya turun 18,4 persen, dari Rp127,4 triliun tahun 2021 menjadi Rp35,1 triliun tahun 2022.
“Jadi PMI memang layak mendapat penghormatan dari negara, mengingat besarnya jasa untuk negara. Maka kita wajib memberikan perlindungan maksimal,” pungkasnya.