Indonesia Masih Berharap KTT G20 Menghasilkan Deklarasi Bersama antar Pemimpin

  • Bagikan
Presiden Joko Widodo meninjau langsung sejumlah tempat penyelenggaraan KTT G20 di Bali, pada 8 November 2022. (Foto: Twitter/jokowi)

Suaraindo.id – Hingga hari terakhir pertemuan Sherpa G20, Indonesia masih optimis sebuah Deklarasi Pemimpin akan bisa dilahirkan. Ada atau tidaknya komitmen bersama dari para pemimpin negara nanti tampaknya kini bergantung pada kondisi geopolitik yang saat ini terjadi.

Pertemuan Sherpa G20 berlangsung di Jimbaran, Bali, pada 11-14 November dan hingga hari terakhir, Indonesia masih berjuang agar sebuah deklarasi bisa dilahirkan. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso menyatakan pertemuan pada Senin (14/11), menjadi kesempatan terakhir untuk meminta komitmen pemimpin G20 dalam upaya bersama memulihkan ekonomi dan Kesehatan, pasca pandemi COVID-19.

“Teman-teman sherpa semua negara sepakat mengupayakan menghasilkan output document atau yang sering kita sebut leader’s declaration terutama untuk KTT G20 Indonesia 2022. Itu tujuan utamanya. Masih berproses, masih berjuang,” kata Susiwijono pada Minggu (13/11/).

Susiwijono menyebut, pertemuan seluruh delegasi Sherpa berjalan dinamis. Ia meyakini seluruh partisipan memiliki semangat untuk berkomitmen sembari memperjuangkan kepentingan setiap negara, dikaitkan dengan kondisi geopolitik saat ini.

KTT puncak sendiri akan digelar mulai Selasa (15/11), dan karena itu Indonesia tinggal memiliki waktu satu hari untuk mendorong seluruh negara agar sepakat menelurkan sebuah komitmen bersama dalam bentuk deklarasi.

Sejauh ini, pertemuan Sherpa G20 telah menghasilkan lampiran (annex) yang disebut concrete deliverables. Concrete deliverables tersebut secara teknis akan ada dalam Basket 1 dan Basket 2. Hasil pembahasan lebih lanjut akan menjadi lampiran dari deklarasi pimpinan, dengan kurang lebih 226 proyek maupun inisiatif di dalamnya. Dari jumlah itu, 115 proyek atau inisiatif terkait dengan prioritas isu Presidensi Indonesia 2022.

“Arsitektur kesehatan global, transformasi ekonomi berbasis digital, yang ketiga transisi energi plus isu ketahanan pangan. Itu yang kita desain menjadi proyek inisiatif yang konkret terutama untuk membantu, solusi menyelesaikan berbagai krisis dunia seperti pangan, energi, dan finance,” tambah Susiwijono.

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Riza Noer Arfani mengingatkan bahwa forum G20 adalah forum non-bidding, sebuah forum yang sifatnya memberi setting norma.

“Kalau tujuannya adalah membentuk norma, maka sebetulnya deklarasi tidak terlalu penting, komunike bersama tidak terlalu penting. Kecuali memang kalau yang dibayangkan sebelumnya adalah norma ini nanti bisa mengikat dalam bentuk-bentuk yang lebih regulatif,” kata Riza kepada VOA, Senin (14/11).

  • Bagikan