Krisis Kepemimpinan di Korea Selatan: Upaya Penahanan Yoon Suk Yeol Memicu Ketegangan

  • Bagikan
Layar TV menunjukkan gambar arsip Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol saat para pendukung Yoon yang dimakzulkan menggelar unjuk rasa untuk menentang pemakzulannya di dekat kediaman presiden di Seoul, Korea Selatan, Selasa, 7 Januari 2025. SUARAINDO.ID/SK

Badan Anti-Korupsi Korea Selatan kembali mendapat sorotan setelah menerima surat perintah pengadilan baru pada Selasa (7/1/2025) untuk menahan mantan Presiden Yoon Suk Yeol yang dimakzulkan pada Desember 2024. Langkah ini menyusul kegagalan upaya sebelumnya yang dihalangi oleh pasukan pengawal presiden pekan lalu, menciptakan ketegangan politik dan hukum yang semakin memanas di Korea Selatan.

Yoon Suk Yeol menghadapi tuduhan pemberontakan terkait penerapan dekrit darurat militer pada 3 Desember 2024, yang mencakup pengiriman pasukan untuk mengepung Majelis Nasional. Langkah kontroversial ini memicu reaksi keras dari parlemen yang akhirnya mencabut darurat militer beberapa jam setelah diterapkan.

Majelis Nasional, yang didominasi oposisi, memilih untuk memakzulkan Yoon pada 14 Desember, menuduhnya melanggar konstitusi. Saat ini, Mahkamah Konstitusi sedang mempertimbangkan apakah akan mencopot Yoon secara resmi atau memulihkan jabatannya.

Pengadilan Distrik Barat Seoul mengeluarkan surat perintah penahanan untuk Yoon pekan lalu, namun upaya penahanan yang melibatkan 150 penyelidik dan petugas polisi gagal setelah konfrontasi selama lima jam dengan pasukan pengawal presiden di kediamannya di Seoul. Surat perintah sebelumnya berakhir masa berlakunya pada Senin (6/1/2025), mendorong pengadilan untuk mengeluarkan perintah baru.

Polisi dan badan anti-korupsi telah berjanji akan mengambil langkah yang lebih tegas, termasuk mempertimbangkan opsi untuk mengerahkan tim SWAT. Namun, tindakan ini berisiko memicu eskalasi dengan pasukan keamanan presiden yang dipersenjatai.

Dinas keamanan presiden, yang dipimpin oleh Park Jong-joon, menjadi fokus kritik atas dugaan melindungi Yoon secara tidak sah. Park membantah tuduhan tersebut, menyatakan bahwa pasukannya memiliki kewajiban hukum untuk melindungi presiden yang masih menjabat hingga keputusan akhir Mahkamah Konstitusi.

Langkah dinas keamanan untuk memasang kawat berduri di sekitar kompleks presiden selama akhir pekan semakin memperkuat ketegangan. Kejaksaan kini sedang mempertimbangkan apakah tindakan mereka termasuk menghalangi upaya hukum.

Dalam sidang parlemen, Kepala Jaksa Penuntut Umum Oh Dong-woon mengecam Wakil Perdana Menteri Choi Sang-mok, yang diduga menginstruksikan polisi untuk mendukung pasukan keamanan presiden menjelang upaya penahanan pada Jumat lalu. Choi kini berada dalam sorotan atas kemungkinan menghalangi pelaksanaan tugas resmi.

Tim hukum Yoon mengajukan pengaduan terhadap Kepala Jaksa Oh dan beberapa petugas polisi atas upaya penahanan yang dianggap tidak sah. Mereka juga menyebut bahwa undang-undang melindungi lokasi-lokasi dengan rahasia militer, seperti kediaman Yoon, dari penggeledahan tanpa persetujuan.

Situasi ini mencerminkan krisis politik dan hukum yang kompleks di Korea Selatan. Di satu sisi, pemerintah berupaya menegakkan hukum atas dugaan pelanggaran serius oleh Yoon. Di sisi lain, hambatan hukum dan perlawanan dari pihak Yoon menunjukkan tantangan besar dalam menuntaskan krisis ini.

Pengamat menilai, bagaimana pemerintah menangani situasi ini akan menjadi ujian penting bagi stabilitas demokrasi di Korea Selatan. Dengan perhatian publik yang terus meningkat, dunia kini menunggu langkah berikutnya dalam saga politik yang mendebarkan ini.

  • Bagikan