suaraindo.id – Galeri Indonesia Kaya menjadi saksi sebuah pertunjukan teater yang menyentuh sekaligus menggugah kesadaran sejarah. Monolog bertajuk “Aku yang Tak Kehilangan Suara” membumikan kembali kisah Siti Walidah, istri dari KH Ahmad Dahlan, yang selama ini hanya dikenal dalam bayang-bayang sang pendiri Muhammadiyah.
Diselenggarakan oleh Regina Art bersama Djarum Foundation, pertunjukan ini diperankan dengan penuh penghayatan oleh aktris Tika Bravani. Dengan latar panggung minimalis, justru emosi dan narasi mengalir deras, membebaskan suara Siti Walidah untuk menggema di relung hati para penonton.
“Siti Walidah bukan sekadar istri pendiri organisasi besar. Ia adalah pendidik, pemikir, dan penggerak perempuan lewat Aisyiyah, organisasi yang masih aktif hingga kini,” ujar sang produser Joane Win di Galeri Indonesia kaya, Junat (30/05). Menurutnya, monolog ini bukan hanya pertunjukan seni, melainkan ruang refleksi atas peran-peran perempuan yang kerap dilupakan sejarah.
Tika Bravani: Monolog yang Menjadi Tantangan Pribadi
Bagi Tika Bravani, memainkan sosok Siti Walidah adalah perjalanan emosional dan tantangan pribadi. “Monolog adalah tipe permainan yang biasanya saya hindari karena takut mati gaya,” ungkap Tika. Namun tantangan itu justru membuka ruang baru dalam kariernya.
Persiapan dimulai sejak Januari. Ia menghafal naskah sambil treadmill setiap pagi, demi menjaga napas dan stamina. “Saya pikir gak bakal hafal, tapi ternyata bisa juga,” ujarnya sambil tersenyum.
Lebih dari sekadar hafalan, Tika mengaku terhanyut dalam ketegaran sosok yang diperankannya. “Siti Walidah luar biasa. Ia tidak larut dalam luka, bahkan ketika mendapat kabar akan dimadu. Ia memilih lapang dada demi dakwah dan pendidikan. Itu menyentuh saya,” ucapnya penuh kekaguman.
Mengangkat Nama yang Terlupakan
Joane Win mengungkap bahwa pertunjukan ini bertujuan membuka cakrawala baru tentang sejarah perjuangan perempuan. “Selama ini kita hanya mengenal KH Ahmad Dahlan. Tapi Siti Walidah ada di garis depan perjuangan juga, terutama dalam pemberdayaan perempuan,” katanya.
Pemilihan Tika Bravani bukan tanpa alasan. “Dia punya disiplin tinggi, komitmen kuat, dan sudah pernah memainkan peran ini di tahun 2017. Fisik dan mentalnya sangat terlatih,” tambah Joane.
Suara Perempuan yang Tak Pernah Padam
Monolog “Aku yang Tak Kehilangan Suara” membuktikan bahwa suara perempuan, meski lirih, mampu bertahan dan menembus zaman. Beberapa isak tertahan terdengar malam itu, menjadi bukti bahwa pesan yang disampaikan berhasil mengetuk hati penonton.
Pertunjukan ini adalah pengingat bahwa sejarah tak melulu tentang mereka yang bersuara lantang. Ada suara-suara lirih yang justru menjadi fondasi peradaban—dan Siti Walidah adalah satu di antaranya. Suaranya hidup kembali malam itu: jernih, kuat, dan tak terlupakan.