Suaraindo.id – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menegaskan pentingnya kekuatan dan kemandirian negara-negara Islam dalam menghadapi dinamika global yang semakin kompleks. Pernyataan ini disampaikan saat membuka Konferensi ke-19 Uni Parlemen Negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI/PUIC) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo memperingatkan bahwa negara-negara Islam akan terus berada dalam posisi rentan jika tidak membangun kekuatan nasional secara menyeluruh. Ia menyebut, tanpa kekuatan dan ketegasan, umat Islam berisiko kembali dijajah—baik secara politik, ekonomi, maupun budaya.
“Jika kita tidak kuat, kita akan mudah dikendalikan dan dijadikan pion oleh kekuatan asing,” ujar Prabowo, seperti dilansir dari Beritasatu.com, Kamis (15/5/2025).
Mantan Menteri Pertahanan itu menyoroti ketegangan geopolitik global yang semakin memanas, termasuk persaingan antara negara-negara besar yang memicu instabilitas di berbagai kawasan. Dalam situasi seperti ini, kata Prabowo, negara-negara lemah akan menjadi korban pertama.
Ia juga menekankan bahwa keberadaan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menjadi semakin penting, terutama dalam menyuarakan keadilan dan membela hak-hak rakyat tertindas, termasuk perjuangan rakyat Palestina yang hingga kini belum memperoleh kemerdekaan.
“Peran negara-negara Islam sangat krusial dalam menciptakan solusi terhadap berbagai konflik dunia. Tapi perjuangan menuju perdamaian tidak bisa dilepaskan dari kekuatan dan kehormatan bangsa itu sendiri,” tegasnya.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa kekuatan sebuah negara tidak hanya diukur dari kemampuan militernya, tetapi juga dari kemandirian ekonomi, integritas pemerintahan, dan kesatuan nasional.
“Negara Islam yang kuat bukan hanya soal militer, tetapi soal kemandirian dan kehormatan. Jika kita lemah, suara kita tidak akan didengar,” imbuhnya di hadapan para delegasi parlemen dari negara-negara anggota OKI.
Lebih jauh, Prabowo menyoroti pentingnya pengentasan kemiskinan sebagai fondasi kekuatan bangsa. Ia menilai, negara yang tidak mampu mensejahterakan rakyatnya tidak akan memiliki posisi strategis dalam tatanan dunia.
“Kalau kita tidak mampu mengelola bangsa kita sendiri, bagaimana bisa membantu sesama umat? Kita hanya bisa mendukung perjuangan seperti di Palestina jika kita bersatu dan kuat,” pungkasnya.
Presiden Prabowo menutup pidatonya dengan menegaskan komitmen Indonesia terhadap terciptanya tatanan dunia yang lebih adil, damai, dan beradab—yang harus dimulai dari kekuatan dalam negeri dan solidaritas antarnegara Islam.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS