Rieke Diah Pitaloka Desak Pembentukan UU Baru Perlindungan Konsumen, UU Lama Dinilai Tak Relevan

  • Bagikan
Rieke Diah Pitaloka mendesak DPR dan pemerintah soal pembaruan UU Perlindungan Konsumen. (Instagram .SUARAINDO.ID/SK

Suaraindo.id – Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, mendorong pemerintah bersama DPR RI untuk segera menyusun Undang-Undang baru tentang Perlindungan Konsumen. Ia menilai, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang saat ini masih berlaku sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi dan tantangan zaman.

Pernyataan itu disampaikan Rieke dalam rapat kerja di DPR RI dan dikutip melalui kanal YouTube DPR RI, Sabtu (10/5/2025). Dalam kesempatan tersebut, Rieke menekankan bahwa secara sosiologis dan yuridis, isi UU Perlindungan Konsumen saat ini perlu dikaji ulang secara menyeluruh.

“UU ini sudah tidak relevan lagi karena dibuat tahun 1999. Jika dilihat dari kajian sosiologis dan yuridisnya, sekitar 80 persen sudah harus dikaji ulang,” ujar Rieke, dikutip dari Beritasatu.com, Minggu (11/5/2025).

Ia menambahkan, jika substansi perubahan yang diperlukan sudah mencapai angka sebesar itu, maka bukan lagi waktunya melakukan revisi, melainkan membuat regulasi baru yang lebih komprehensif dan sesuai kebutuhan konsumen masa kini.

“Sehingga kalau kita revisi 80 persen, mungkin arahnya bukan merevisi lagi. Marilah kita melahirkan UU baru tentang perlindungan konsumen yang sesuai dengan zamannya,” tegas politisi PDI Perjuangan itu.

Meski demikian, Rieke menekankan pentingnya menjaga esensi dasar dari undang-undang lama. Menurutnya, tujuan utama dari UU Perlindungan Konsumen tetap harus menjadi fondasi dalam penyusunan regulasi baru yang diusulkan.

“Kita harus berani menginisiasi bersama antara pemerintah dan DPR RI pembaruan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam bentuk Sistem Nasional Perlindungan Konsumen, agar bisa relevan sesuai dengan zamannya,” ujarnya.

Sebagai informasi, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ditandatangani oleh Presiden BJ Habibie pada 20 April 1999. UU tersebut terdiri dari 15 Bab dan 65 Pasal, dan dirancang untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen dari praktik-praktik usaha yang merugikan, serta menciptakan keseimbangan antara pelaku usaha dan masyarakat.

Dorongan Rieke ini diharapkan menjadi pemicu bagi DPR dan pemerintah untuk segera menyesuaikan regulasi dengan tantangan era digital, maraknya e-commerce, serta kompleksitas transaksi konsumen di era modern.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  • Bagikan