Suaraindo.id – Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Koalisi Damai), yang terdiri dari 16 organisasi masyarakat sipil dan individu, mengecam keras permintaan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) kepada platform media sosial X (dulu Twitter) untuk menurunkan konten bertema sejarah dari dua akun, yakni @neohistoria_id dan @perupadata.
Kedua akun tersebut diketahui mengunggah konten edukatif dan kritis seputar peristiwa kerusuhan Mei 1998, khususnya tentang kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Permintaan takedown dari Komdigi memicu reaksi publik karena dinilai sebagai bentuk intervensi terhadap kebebasan berekspresi dan pengaburan sejarah.
Pada 18 Juni 2025, akun @neohistoria_id menerima pemberitahuan dari X bahwa kontennya yang membahas pernyataan mantan Panglima ABRI, Wiranto, terkait kekerasan seksual 1998 dilaporkan melanggar hukum Indonesia. Akun @perupadata pun mengalami hal serupa untuk cuitan yang menyebutkan angka korban kekerasan seksual dalam kerusuhan 1998.
Namun, dalam pemberitahuan yang diterima kedua akun tersebut, tidak disampaikan secara jelas bagian mana yang dianggap melanggar atau dasar hukum spesifik yang digunakan. Koalisi Damai menilai hal ini menunjukkan kurangnya transparansi dan membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan digital.
“Tindakan ini mencederai prinsip-prinsip demokrasi. Tanpa akuntabilitas dan mekanisme keberatan yang terbuka, moderasi konten oleh pemerintah menjadi alat untuk membungkam kritik,” tulis Koalisi Damai dalam pernyataannya.
Bukan hanya akun sejarah, serangkaian permintaan penghapusan konten juga ditujukan kepada akun-akun yang menyoroti isu strategis lain seperti tambang nikel di Raja Ampat (@ZakkiAmali) dan kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia (@MF_Rais).
Koalisi juga merujuk data SAFEnet yang mencatat maraknya permintaan penghapusan konten kritis selama Pemilu 2024, konflik lingkungan, hingga kritik terhadap pejabat publik. Pola ini menunjukkan adanya kecenderungan pembungkaman digital yang sistemik dan berisiko menggerus kebebasan sipil.
Menanggapi situasi ini, Koalisi Damai menyampaikan tiga tuntutan:
Kepada Menkomdigi Meutya Hafid, agar menghentikan praktik moderasi konten secara serampangan dan menjalankan mandat konstitusi dalam melindungi kebebasan berekspresi. Jika konten bersifat jurnalistik, penyelesaiannya harus melalui Dewan Pers, bukan melalui intervensi digital.
Kepada platform media sosial, untuk menolak permintaan penghapusan konten dari pemerintah Indonesia yang tidak disertai alasan transparan, proporsional, dan sesuai standar HAM internasional.
Kepada Komisi I DPR RI, untuk menjalankan fungsi pengawasan secara menyeluruh terhadap kewenangan Komdigi, khususnya terkait praktik moderasi konten yang mengancam demokrasi digital.
Koalisi Damai menekankan bahwa kritik dan penyampaian fakta sejarah, termasuk tragedi 1998, adalah bagian dari hak publik untuk tahu dan bagian penting dari proses demokratisasi. Upaya membungkam suara kritis hanya akan memperburuk luka sejarah dan merusak tatanan kebebasan sipil yang telah diperjuangkan.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS