Suaraindo.id – Narasi dualisme dalam tubuh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang disuarakan oleh kelompok Kongres Luar Biasa (KLB) pimpinan Zulmansyah Sekedang dan Wina Armada perlahan runtuh di hadapan fakta hukum dan administratif. Posisi Hendry Ch Bangun sebagai Ketua Umum PWI hasil Kongres Bandung 2023 kini kian kokoh, didukung legalitas negara dan putusan hukum yang mempertegas keabsahannya.
Hendry Ch Bangun tidak hanya sah secara organisasi, tetapi juga memperoleh pengesahan resmi negara melalui Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM Nomor AHU-0000946.AH.01.08 Tahun 2024. SK tersebut menegaskan bahwa hanya ada satu kepengurusan PWI yang diakui negara, yakni yang dipimpin oleh Hendry.
Dasar hukum yang digunakan oleh kelompok KLB kini menjadi objek penyelidikan aparat penegak hukum. Akta Notaris yang mereka jadikan pijakan telah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri karena diduga berisi keterangan palsu, melanggar Pasal 263 dan 266 KUHP. Salah satu klaim yang terbantahkan adalah pernyataan bahwa KLB diikuti oleh 20 PWI Provinsi. Faktanya, sejumlah ketua PWI dari Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Sumatera Utara telah membantah kehadiran mereka serta menolak pencatutan nama.
Lebih lanjut, dua individu yang dicatut sebagai pengurus PWI versi KLB tanpa izin juga menyampaikan keberatan. Secara prosedural, pembentukan KLB yang tidak memenuhi syarat kuorum—minimal dihadiri 28 dari 76 pengurus PWI Pusat—dinyatakan tidak sah.
Pemecatan Hendry Ch Bangun oleh Dewan Kehormatan versi KLB juga terbukti tidak sah. Surat pemberhentian tersebut ditandatangani oleh Sasongko Tedjo dan Nurcholis M. Basyari yang tidak lagi menjadi anggota PWI. Perkara ini kini tengah diproses oleh Polres Jakarta Pusat dan telah naik ke tahap penyidikan.
“Ini bukan hanya pelanggaran etik, tapi pelanggaran hukum. Mereka menandatangani surat atas nama lembaga yang tak lagi mereka wakili,” tegas Hendry Ch Bangun, Minggu (15/6/2025).
Putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam gugatan Sayid Iskandarsyah juga memperkuat posisi Hendry. Majelis hakim menolak gugatan tersebut karena konflik telah diselesaikan secara internal melalui Rapat Pleno Diperluas PWI Pusat pada 27 Juni 2024. Pleno itu secara tegas menyatakan Hendry Ch Bangun sebagai Ketua Umum PWI dan M Noeh Hatumena sebagai Plt Ketua Dewan Kehormatan.
Keputusan ini mengacu pada Pasal 19 Ayat 4 Peraturan Rumah Tangga PWI dan memberikan kewenangan penuh kepada Hendry untuk menyusun ulang struktur kepengurusan.
Narasi dualisme yang digaungkan oleh kelompok KLB hanyalah ilusi yang dikembangkan untuk mengaburkan fakta. Realitanya, hanya PWI yang dipimpin oleh Hendry Ch Bangun yang mendapatkan pengakuan hukum dari negara melalui SK Kemenkumham.
Klaim bahwa Hendry telah diberhentikan sebagai anggota juga tidak berdasar. Dalam struktur organisasi PWI, hanya Ketua Umum yang berwenang memberhentikan anggota, sementara Dewan Kehormatan hanya memberikan rekomendasi.
“PWI bukan milik segelintir orang. PWI adalah institusi yang harus dijaga marwah dan integritasnya. Tidak bisa dirusak oleh klaim palsu dan narasi yang menyesatkan,” tegas Hendry.
Rencana Kongres Persatuan yang diwacanakan sebagai jalan tengah semestinya digelar dengan niat tulus, bukan dijadikan alat untuk melegitimasi tindakan inkonstitusional. Hendry menegaskan bahwa organisasi sebesar PWI harus dikelola dengan menjunjung tinggi konstitusi, etika, dan integritas.
“Kalau ingin memperkuat persatuan, mari kembali pada jalur hukum dan konstitusi organisasi. Jangan pakai jalan pintas yang menyesatkan,” pungkasnya.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS