Suaraindo.id – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim mendukung pantun sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Hal ini disampaikannya saat perhelatan seminar nasional pantun yang diselenggarakan Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Cabang Kalimantan Barat bersama MABM, Pantun Mendunia, Serumpun Berpantun dan gabungan komunitas-komunitas pantun Nusantara berhasil menggoalkan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) sebagai Hari Pantun Nasional (Hartunas).
“Kita dukung WBTB sebagai Hari Pantun Nasional,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim yang menyampaikan keynote speech secara dalam jaringan atau daring,”Senin (30/10/2023).
Menurut Nadiem penetapan Hartunas sangat berguna bagi Indonesia siring program Merdeka Belajar dengan pantun bersifat metafor dan isi, sehingga pengamatan luar ruang menjadi bagian pembelajaran serta pembentukan karakter bangsa sesuai isi pesan pantun yang sopan dan santun.
“Pantun berisi pesan-pesan merawat peradaban, etika, logika, filsafat hidup, hingga petuah-petuah yang membawa pada keselamatan hidup, tidak hanya di dunia yang fana ini, tetapi juga sampai ke akhirat nanti,” paparnya.
Acara dibuka dengan sambutan tepung tawar yang dilakukan oleh Ketua ATL/MABM Kalbar, Prof Dr H Chairil Effendy, MS kepada para tamu utama.
Tampak hadir Gubernur Kalbar, Rektor Untan Prof Dr H Garuda Wiko, Dirut Bank Kalbar, Purek 1 Dr Ir H Radian, Ketua Badan Wakaf Indonesia Perwakilan Kalbar Prof Dr H Kamarullah, SH, M.Hum serta narasumber nasional maupun lokal.
Pada jajaran narasumber nasional hadir langsung Ketua ATL Pusat Dr Pudentia MPSS, M.Hum, guru besar UISU pemilik dua klinik–yakni klinik internis dan klinik pantun Nusantara di Medan–Prof Dr dr Umar Zein, Ketua ATL Riau cq Kadis Kebudayaan Raja Atuk Yoserizal Zen.
Serta narasumber lokal Prof Dr A Hadi Sulissusiawan, Prof Dr H Chairil Effendy, MS serta praktisi pantun selasih Agus Muare Rahman.
Tepung tawar selain penyambutan dengan hati dan pikiran bersih yang dilambangkan dengan warna tepung yang putih bersih, juga rasa tawar menawarkan hal-hal negatif secara tampak mata maupun gaib. Dipergunakan daun juang-juang yang berkonotasi hidup ini medan laga perjuangan, serta dipergunakan beras kuning pertanda kemakmuran.
Di saat penyambutan dengan tepung tawar itu dimeriahkan pula dengan tepuk rebana yang dalam istilah Melayu Kota Pontianak, “Tetek Tar”, sehingga 150 peserta yang memenuhi Ruang Rapat Senat Terbuka Unibersitas Tanjungpura terkesiap dan fokus menyambut kehadiran tetamu di mana acara akan segera dimulai.
Atraksi tari koreografer terbaik Kalbar Armando Ismunandar juga membangun decak kagum audiens sehingga menghadirkan tepuk tangan gemuruh tanpa komando.
Dimana tubuhnya melentik menendang, melambung, bahkan kayang di atas lantai sambil memegang dua buah kembang manggar dengan seimbang diliputi senyum ganteng di bibir menyungging. Decak kagum ini sempurna dengan hadirnya Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang didirigeni Direktur Eksekutif
Kampoeng English Poernama cq Binabud Chapter Pontianak Ivo Riany, dan khidmatnya doa yang dilantunkan Pimpinan Ponpes Virtual Munzalan Mubarakan Ashabul Yamin yang menasional-internasional melalui Gerakan Infak Beras terbaiknya bagi yatim penghapal Quran, KH Lukmanul Hakim, alumni ponpes Gontor dan Magister Manajemen dari Kuala Lumpur-Malaysia.
Sambutan penuh empatik hadir dari Rektor Untan dan Gubernur Kalbar. Begitupula narasumber mendukung ditetapkannya hari pantun nasional merujuk Unesco telah menetapkan pantun sebagai WBTB pada tanggal 17 Desember 2020 lewat tahap seleksi ketat, termasuk kajian akademik-ilmiahnya.
Ketua ATL Pusat, Pudentia menyatakan kajian akademis perlu dilakukan lagi terhadap tanggal 17 Desember WBTB itu seperti seminar hari ini, agar tidak ada resistensi atas penetapan hartunas tersebut.
“Deklarasi Hartunas selayaknya dilakukan oleh komunitas-komunitas karena sastra lisan berakar di komunitas, dipergunakan secara turun temurun oleh komunitas dan dirawat oleh komunitas. Namun tidaklah keliru jika komunitas bersama ATL berkoordinasi dengan struktur kenegaraan agar dideklarasikan secara bersama-sama dan dicatat secara resmioleh negara. Bisa oleh Menteri seperti dukungan Mas Menteri Dikbud Ristek, Nadiem Anwar Makarim, bisa pula oleh Presiden RI,” tutur Pudentia yang juga pengajar sastra di Universitas Indonesia.
Seminar Nasional Pantun berlangsung dengan dua sesi. Dua di antaranya memaparkan secara daring, masing-masing Rendra Setyadiharja, pemilik rekor MURI 6 jam berpantun non-stop di Taman Ismail Marzuki dari Kepri dan Achmad Fachrodji yang merupakan Dirut Balai Pustaka dari Jakarta.
Rangkaian acara berakhir pada pukul 16.00 WIB. Molor satu jam dari perencanaan karena antusiasme peserta yang tidak surut dan bergeming, baik di dalam ruangan, maupun yang hadir secara daring.
Seusai seminar nasional tersebut, peserta mengaku puas. “Acara ini spesial, tidak hanya mengisi otak, tapi juga mengisi hati, sekaligus menghibur melalui pantun,” pernyataan Guru Penggerak dari SMAN 4 Ayi Marhayanti.
Hal senada diungkapkan guru bahasa SMPN 1 Kubu Raya, Sri Nur Aeni. “Saya ini guru bahasa di SMP, mengajar pantun, tahu rumus ab-ab, tahu kata berkait dan silang sempurna, tetapi dengan mengikuti seminar nasional pantun ini saya semakin tahu, bahwa pantun empat baris itu hanyalah resep, di belakangnya ada sebuah proses teramat sangat panjang yang mencerminkan betapa pintar dan besarnya ilmu yang dimiliki para leluhur kita terdahulu,” ujarnya.
Tentang di mana dan bagaimana cara mendeklarasikan Hartunas 2023 menurut Ketua Panitia Pelaksana sedang digodok oleh team khusus dan akan segera disiapkan acara besar deklarasi hartunas perdana 2023 bersama seluruh komponen bangsa se-Tanah Air—Indonesia.