Suaraindo.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan dukungan terhadap wacana pemiskinan koruptor yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto. Namun, KPK menegaskan bahwa penerapan kebijakan tersebut harus melalui kajian mendalam serta payung hukum yang jelas dan adil.
Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, saat menjawab pertanyaan wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (11/4/2025), menanggapi pernyataan Presiden Prabowo dalam wawancara dengan enam jurnalis beberapa waktu lalu.
“Tentu perlu ada diskusi lebih lanjut. Tetapi secara umum, KPK mendukung penuh Presiden Prabowo dalam rangka pemiskinan koruptor,” ujar Tessa.
Meski demikian, Tessa menekankan bahwa implementasi kebijakan ini tidak boleh dilakukan secara serampangan, terutama jika menyasar keluarga koruptor yang tidak terbukti ikut menikmati atau terlibat dalam kejahatan.
“Apabila ada harta yang dinikmati oleh keluarga dan secara nyata terbukti berasal dari tindak pidana, maka mekanisme hukum bisa dijalankan sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” jelasnya.
Tessa merujuk pada Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010, yang menyebut bahwa pihak yang menerima atau menguasai harta hasil kejahatan dapat dikenai pidana. Meski demikian, ia mencatat bahwa ketentuan tersebut kini telah digantikan oleh Pasal 607 ayat (1) huruf c UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, yang tetap memberikan ancaman pidana hingga 5 tahun dan denda kategori VI bagi pihak yang menguasai harta hasil tindak pidana.
Lebih lanjut, Tessa menegaskan bahwa untuk mewujudkan kebijakan pemiskinan koruptor secara menyeluruh, perlu ada regulasi yang kuat dan disepakati oleh lintas lembaga.
“Undang-undangnya seperti apa nanti bentuknya? Kita perlu pembahasan bersama antara lembaga yudikatif, eksekutif, dan legislatif. Namun secara nilai, KPK sangat mendukung upaya ini,” tegasnya.
Sebelumnya, dalam wawancara di kediamannya di Hambalang, Jawa Barat, Minggu (6/4/2025), Presiden Prabowo Subianto menyatakan negara berhak menyita aset koruptor demi mengembalikan kerugian negara.
“Jadi, kerugian negara yang dia timbulkan ya harus dikembalikan. Makanya, aset-aset pantas kalau negara menyita,” tegas Presiden Prabowo.
Meski demikian, Presiden mengingatkan pentingnya keadilan dan kehati-hatian dalam mengambil kebijakan, terutama bila menyangkut keluarga koruptor yang tidak terlibat.
“Kita juga harus adil kepada anak dan istrinya. Kalau ada aset yang dimiliki sebelum menjabat, para ahli hukum perlu bahas apakah adil anaknya ikut menderita juga. Karena dosa orang tua sebetulnya tidak boleh ditimpakan kepada anak,” pungkasnya.
Wacana pemiskinan koruptor ini mendapat sambutan luas dari masyarakat sebagai bentuk keadilan restoratif, namun juga menuntut perumusan hukum yang kuat agar tidak menimbulkan ketidakadilan baru.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS