Suaraindo.id – Operasional pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) Perusahaan PT Mandiri Sawit Bersama (MSB) II di Desa Namo Buaya Kecamatan Sultan Daulat Kota Subulussalam, dihentikan sementara.
Hal ini terjadi karena adanya dugaan perusahan tersebut belum mengantongi izin operasional secara lengkap serta tidak adanya persetujuan teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), namun pabrik PT MSB telah beroperasi penuh di lapangan.
Perusahaan tersebut juga dituding dugaan pencemaran Sungi Lae Rikit, Kecamatan Sultan Daulat dan Sungai Lae Muara Batu-Batu, Kecamatan Runding.
“Saya sangat mendukung dan sepakat dengan tindakan yang dilakukan kepala daerah dalam hal ini Wakil Wali Kota Subulussalam Nasir Kombih, SE terkait penutupan sementara operasional pabrik tersebut.
Harusnya itu bisa dilakukan sejak pertama kali Sungai di dua Kecamatan itu tercemar oleh limbah pabrik tersebut,” kata Edi Suhendri, SKM Ketua Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Kota Subulussalam, Senin pagi (26/5/2025) kepada Suaraindo.id.
Setelah diterbitkan nya surat penutupan sementara tersebut, menurut Ketua LCKI Kota Subulussalam itu, perlu upaya investigasi secara langsung kelapangan apa benar surat tersebut di tindaklanjuti oleh pihak perusahaan atau tidak, dan sekaligus untuk dapat menyegelnya agar benar tidak beroperasi untuk sementara dan juga untuk mencari kebenaran terkait pencemaran lingkungan yang dilakukan perusahaan tersebut.
Seperti yang diadukan masyarakat kepada Pemerintah daerah dalam hal ini Wakil Wali Kota dan DPRK Subulussalam, dan apakah benar itu murni kesalahan perusahaan atau ada penyebab lain.
“Saya sarankan agar sikap tegas itu sebaiknya tidak hanya diberlakukan kepada satu perusahaan pabrik kelapa sawit saja, tetapi juga kepada Pabrik Kelapa Sawit yang lainnya ada di wilayah Kota Subulussalam yang melanggar aturan,” tuturnya.
Mantan Ketua Panwaslih Kota Subulussalam ini juga menduga, ada sejumlah Pabrik Kelapa Sawit yang beroperasi di wilayah Kota Subulussalam namun diduga belum memiliki hak guna usaha (HGU), padahal sudah beroperasi cukup lama.
“Sanksi juga bisa diberikan kepada Pabrik Kelapa Sawit terkait. Jadi sanksi diberikan tidak hanya bagi Pabrik Kelapa Sawit yang mencemari lingkungan saja, tetapi terhadap PKS yang melanggar aturan,” ujarnya.
Ketua LCKI Kota Subulussalam ini menyarankan kepada pemerintah daerah, terkait penghentian operasional pabrik itu dilakukan dengan waktu yang tidak ditentukan sebelum pihak perusahaan mengabulkan tuntutan masyarakat yang di rugikan akibat limbah PKS tersebut.
“Agar pabrik kelapa sawit bisa kembali operasional, perusahaan harus mendapat persetujuan teknis atau surat layak operasional, dan sudah memenuhi kewajiban yang berkaitan dengan aturan lingkungan hidup,” ujarnya.
Selama tidak dipenuhi, tambah Edi, maka pabrik tersebut disarankan jangan diizinkan untuk operasional.
Kalau pabrik tidak mentaati dengan tetap beroperasi, maka akan ada sanksi tegas yang diberikan.
“Sanksi terberat adalah izin pabrik kelapa sawit dan izin perkebunannya sebaiknya cabut saja,” pungkasnya.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS