Penarikan Kendaraan oleh Debt Collector Harus Sesuai Hukum, Ini Penjelasan Pakar Fidusia Untan

  • Bagikan
Pengamat hukum perbankan dan fidusia dari Universitas Tanjungpura, M. SUARAINDO.ID/SK

Suaraindo.id – Praktik penarikan kendaraan oleh debt collector masih kerap menimbulkan kontroversi dan keresahan di tengah masyarakat. Banyak kasus yang terjadi tanpa prosedur hukum yang benar, bahkan cenderung melanggar hak konsumen.

Menanggapi hal ini, Pengamat Hukum Perbankan dan Fidusia dari Universitas Tanjungpura Pontianak, M. Qahar Awaka, menegaskan bahwa profesi debt collector adalah legal, selama dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.

“Setiap debt collector wajib menunjukkan identitas resmi dan surat tugas dari perusahaan pembiayaan. Ia juga harus mampu menjelaskan secara rinci mengenai tunggakan debitur, seperti lama keterlambatan dan jumlah yang belum dibayarkan,” jelas Qahar melalui keterangan tertulis kepada SuaraKalbar.co.id, Selasa (13/5/2025).

Namun, Qahar menekankan bahwa dalam perjanjian pembiayaan yang melibatkan jaminan fidusia, penarikan kendaraan tidak bisa dilakukan secara sepihak oleh leasing ataupun debt collector. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

“Jika perjanjian fidusia sudah dibuat dan didaftarkan, maka penarikan kendaraan wajib didahului dengan keputusan inkrah dari pengadilan. Setelah itu, barulah eksekusi bisa dilakukan, dan itu pun harus didampingi oleh minimal dua orang aparat kepolisian. Tidak boleh hanya dilakukan oleh debt collector bermodalkan surat tugas,” tegasnya.

Ia menambahkan, jika konsumen dianggap wanprestasi atau gagal memenuhi kewajiban, maka proses hukum tetap harus ditempuh. Hal ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa eksekusi fidusia harus melalui pengadilan.

“Misalnya, kalau perjanjian dibuat di Pontianak, maka hanya Pengadilan Negeri Pontianak yang berwenang mengeluarkan keputusan eksekusi. Itu adalah bentuk perlindungan hukum bagi konsumen,” katanya.

Sebaliknya, jika perusahaan leasing atau debt collector yang bertindak di luar hukum, maka konsumen berhak melakukan upaya hukum sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

“Dalam UU Fidusia, dijelaskan bahwa baik kreditur maupun debitur memiliki hak dan perlindungan hukum yang sama. Jadi, tidak bisa sepihak, semua harus sesuai prosedur,” pungkasnya.

Pernyataan ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat agar memahami hak-haknya sebagai konsumen dan bagi pelaku usaha pembiayaan agar selalu patuh terhadap hukum yang berlaku.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  • Bagikan