Petani Dusun Pengancing Tumbang Titi Protes Skema Kemitraan PT Nova, Tuntut Transparansi dan Keadilan

  • Bagikan
Warga menunjukkan bukti gajian dari kebun Plasma bersama PT. Nova. (Suaraindo.id/Adang Hamdan)

Suaraindo.id — Sejumlah petani di Dusun Pengancing, Desa Segar Wangi, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, melayangkan protes keras terhadap PT Nova, perusahaan mitra dalam program kemitraan perkebunan kelapa sawit. Para petani menilai sistem pembagian hasil kemitraan tidak transparan dan merugikan mereka secara ekonomi maupun sosial.

Petani menyatakan kekecewaan atas tidak adanya slip pembayaran, laporan produksi, maupun rekap pendapatan resmi yang bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini menimbulkan kecurigaan akan praktik pengelolaan hasil yang tidak jujur dan akuntabel.

Pendapatan Tak Masuk Akal

Riduan, salah satu petani peserta kemitraan, mengungkapkan bahwa dalam tiga triwulan terakhir, ia hanya menerima pendapatan sebesar Rp100.000. Jumlah ini dinilai tidak masuk akal jika dibandingkan dengan luas lahan yang diserahkan dan hasil panen sawit yang seharusnya telah stabil.

“Kami merasa diperlakukan tidak adil. Tanpa slip gaji dan laporan keuangan yang jelas, bagaimana kami bisa percaya? Jika perusahaan dan koperasi mitra terus mengabaikan tuntutan kami, jangan salahkan masyarakat jika kelak ada aksi yang merugikan perusahaan,” tegas Riduan.

Senada dengannya, Apollon, petani lainnya, menyatakan keresahan yang semakin meluas di kalangan warga akibat ketidakjelasan pola kemitraan. Ia menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk membatalkan perjanjian jika tidak ada perubahan signifikan.

“Jika tak ada itikad baik dari manajemen PT Nova maupun koperasi mitra, kami tidak segan menarik kembali lahan kami. Kami siap kapling ulang tanah tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan,” ujarnya.

CSR Dinilai Lalai, Budaya Diabaikan

Kritik juga datang dari Markus, tokoh pemuda Dusun Pengancing. Ia menyoroti kelalaian PT Nova dalam menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Menurutnya, bantuan sosial yang diberikan tidak menyentuh kebutuhan masyarakat secara nyata, bahkan cenderung mengabaikan pelestarian adat dan kebudayaan lokal.

“Lahan yang kami serahkan itu luasnya bisa setara satu estate. Tapi perhatian perusahaan terhadap masyarakat sangat minim—baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun budaya,” ujarnya dengan nada kecewa.

Masyarakat Desak Dialog Terbuka

Meski kecewa, warga Dusun Pengancing tidak menolak konsep kemitraan itu sendiri. Mereka menuntut keadilan, transparansi, dan kepastian hukum dalam implementasinya. Masyarakat mendesak dilakukan dialog terbuka antara perusahaan, koperasi, dan petani mitra untuk mencari solusi bersama yang adil dan berkelanjutan.

Fakta Lapangan: Pendapatan Petani Tergantung Usia Tanaman

Berdasarkan kajian praktisi kebun, pendapatan petani plasma sangat bergantung pada usia tanaman dan skema bagi hasil yang diterapkan. Pada usia 0–2 tahun, sawit belum menghasilkan, sehingga petani belum memperoleh pendapatan. Memasuki usia 3 tahun, hasil panen sekitar 500 kg per hektare per bulan. Jika petani mengelola dua hektare dan harga TBS Rp 3.000/kg, pendapatan kotor sekitar Rp 3 juta per bulan, atau sekitar Rp 1,3 juta setelah dipotong cicilan dan biaya operasional.

Produksi meningkat seiring usia tanaman. Pada usia 5–6 tahun, hasil mencapai 3.000–4.000 kg per dua hektare, menghasilkan pendapatan bersih sekitar Rp 3,9 juta hingga Rp 5,2 juta. Puncak produksi terjadi pada usia 7–12 tahun, dengan potensi pendapatan bersih mencapai Rp 6,5 juta per bulan. Setelah usia 13 tahun, produksi menurun secara bertahap hingga usia 25 tahun.

Namun dalam praktiknya, banyak petani yang tidak menerima pendapatan sesuai proyeksi karena pemotongan yang tidak jelas oleh perusahaan mitra. Seorang aktivis tani dari Ketapang menyebut bahwa “transparansi laporan produksi dan keuangan adalah kunci. Jangan hanya memberikan slip sisa hasil usaha tanpa rincian yang jelas.”

Tuntutan Semakin Menguat

Dengan semakin banyaknya petani yang sadar akan hak-haknya, tuntutan transparansi dalam kemitraan sawit kian menguat. Warga Dusun Pengancing menjadi contoh nyata keresahan yang meluas di banyak wilayah kemitraan sawit di Indonesia.

Para pihak berharap pemerintah daerah, koperasi, dan PT Nova segera merespons tuntutan ini dengan serius. Jika tidak, potensi konflik agraria dapat meningkat, dan kepercayaan masyarakat terhadap model kemitraan akan terus menurun.

  • Bagikan