Puluhan Ribu Anak di Ketapang tak Sekolah, Pendidikan Non-Formal jadi Solusi Strategis Tingkatkan IPM

  • Bagikan
M. Jimi Rizaldi dosen Politeknik Negeri Ketapang. (Suaraindo.id/Adang Hamdan)

Suaraindo.id – Berdasarkan data dari https://pd.data.kemdikbud.go.id, sebanyak 17.422 anak di Kabupaten Ketapang tercatat tidak mengenyam bangku sekolah. Angka ini menjadi alarm serius bagi dunia pendidikan daerah, terlebih Kalimantan Barat secara umum juga sempat mencatat jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) tertinggi secara nasional pada tahun 2024, yaitu mencapai lebih dari 112 ribu jiwa.

Muhammad Jimi Rizaldi, A.Md., S.ST., M.T., MCE, dosen Politeknik Negeri Ketapang sekaligus Kepala Divisi Pendidikan dan SDM DPD Persatuan Orang Melayu (POM) Kabupaten Ketapang, menilai kondisi ini harus menjadi titik balik dalam membangun sistem pendidikan yang lebih inklusif dan merata—baik formal maupun non-formal.

“Anak-anak yang tidak masuk sekolah formal tetap berhak belajar. Di sinilah pentingnya peran pendidikan kesetaraan, seperti yang dijalankan oleh PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) dan SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan,” ujar Jimi Rizaldi.

Ia menegaskan bahwa pendidikan non-formal merupakan pilar penting dalam upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Melalui PKBM dan SKB, masyarakat yang tertinggal dalam pendidikan mendapat kesempatan kedua untuk belajar, meningkatkan kompetensi, dan ikut berkontribusi dalam pembangunan daerah.

Namun, lanjut Jimi, upaya memaksimalkan peran pendidikan non-formal memerlukan dukungan konkret, termasuk penyediaan infrastruktur, tenaga pendidik yang memadai, pendanaan operasional, serta kepastian status bagi para tutor atau fasilitator pendidikan.

“Saya percaya pemerintah pusat dan daerah punya niat baik dalam pembangunan sektor pendidikan. Namun, ke depan perhatian terhadap pendidikan non-formal harus lebih nyata, karena terbukti menjangkau mereka yang selama ini terpinggirkan,” ungkapnya.

Jimi juga menyoroti pentingnya peran yayasan atau lembaga berbasis pendidikan kesetaraan. Menurutnya, mereka perlu difasilitasi agar dapat mengelola PKBM secara berkelanjutan dan profesional.

Hal senada disampaikan SD, seorang praktisi pendidikan non-formal di Kalbar yang telah lama membina program kesetaraan. Ia menekankan pentingnya memperjuangkan nasib para tutor agar diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), mengingat kontribusi mereka yang langsung menyentuh masyarakat lapisan bawah.

“Penggiat pendidikan non-formal adalah garda terdepan. Mereka tak boleh dilupakan. Dukungan moral dan material sangat dibutuhkan,” ujarnya.

Sebagai penutup, Jimi Rizaldi menyampaikan bahwa membangun pendidikan adalah kerja bersama.

“Kami tidak menyalahkan siapa pun. Ini adalah ajakan kolektif untuk berbenah bersama. Pendidikan adalah tanggung jawab semua pihak—pemerintah, masyarakat, akademisi, dan organisasi sosial. Anak-anak yang tidak sekolah adalah bagian dari masa depan bangsa. Mari kita pastikan mereka mendapat haknya untuk belajar,” pungkasnya.

  • Bagikan