DPR Minta Kemenkumham Sederhanakan Aturan Royalti Lagu, Pelaku Usaha Kafe dan Restoran Keluhkan Beban Berat

  • Bagikan
Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyarankan publik untuk bersabar menunggu pernyataan resmi langsung dari MuzaniSUARAINDO.ID/SK

Suaraindo.id – Polemik pungutan royalti lagu kembali mencuat ke permukaan setelah pengelola salah satu jaringan kuliner populer, Mie Gacoan, di Bali ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran hak cipta musik. Menanggapi keresahan pelaku usaha, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) meminta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyederhanakan regulasi terkait royalti lagu, agar tidak memberatkan sektor usaha, khususnya kafe dan restoran.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Kemenkumham untuk meninjau ulang mekanisme yang ada, termasuk peran Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dalam penarikan royalti.

“Kami sudah minta Kementerian Hukum yang kemudian juga membawahi lembaga manajemen kolektif (LMK) untuk membuat aturan yang tidak menyulitkan,” ujar Dasco kepada wartawan di Jakarta, Selasa (5/8/2025).

Menurut Dasco, di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional, kebijakan yang diterapkan seharusnya tidak menjadi beban tambahan bagi dunia usaha. Ia menekankan perlunya keseimbangan antara perlindungan hak cipta dan keberlangsungan bisnis pelaku usaha.

Lebih lanjut, Dasco menyampaikan bahwa DPR saat ini tengah membahas revisi atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang menjadi payung hukum utama dalam pengelolaan royalti karya musik dan lagu.

“Sambil menunggu revisi undang-undang hak cipta yang sedang direvisi oleh DPR, kami berharap tidak ada penegakan hukum yang justru kontraproduktif terhadap iklim usaha,” tegasnya.

Kasus hukum yang menimpa direktur PT Mitra Bali Sukses, pengelola Mie Gacoan di Bali, menjadi pemicu gelombang kekhawatiran pelaku usaha. Banyak kafe dan restoran yang memilih berhenti memutar lagu Indonesia untuk menghindari risiko hukum dan pungutan royalti yang dinilai belum transparan dan memberatkan.

Padahal, Mie Gacoan dikenal luas sebagai jaringan kuliner yang digemari anak muda, dengan gerai yang tersebar di sejumlah titik strategis di Bali seperti Renon, Teuku Umar Barat, Gatot Subroto, dan Jimbaran.

Kondisi ini dinilai dapat merugikan industri musik lokal yang justru membutuhkan dukungan dan eksposur lebih luas dari pelaku usaha.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  • Bagikan