Suaraindo.id – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, menegaskan bahwa lembaganya tidak memiliki kewenangan terkait bebas bersyarat yang diterima mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto. Menurutnya, kewenangan penuh berada di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
“Untuk urusan yang terkait dengan adanya pemberian bebas bersyarat kepada terpidana, termasuk terpidana Setya Novanto, hal tersebut menjadi ranah tugas dan kewenangan dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. KPK tidak ikut campur dengan hal tersebut,” ujar Johanis Tanak kepada wartawan, Senin (18/8/2025).
Tanak menjelaskan, tugas dan kewenangan KPK dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi hanya mencakup penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. “Setelah semua tugas tersebut dilaksanakan, selesai sudah tugas KPK,” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Kanwil Dirjen Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali, membenarkan bahwa Setya Novanto resmi mendapat bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Kota Bandung, pada Sabtu (16/8/2025).
“Iya benar (Setya Novanto) bebas kemarin. Dia bebas bersyarat karena peninjauan kembali dikabulkan, sehingga vonisnya berubah dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun,” jelas Kusnali, Minggu (17/8/2025).
Menurut Kusnali, pembebasan ini sesuai ketentuan, karena Setya Novanto telah menjalani dua pertiga masa pidananya. Mantan Ketua DPR itu mulai menjalani hukuman sejak 2017 dan menerima beberapa kali remisi. Meski bebas sehari sebelum HUT RI ke-80, Kusnali menegaskan Setnov tidak mendapat remisi khusus 17 Agustus karena status bebas bersyarat sudah diberikan sebelumnya.
Mahkamah Agung (MA) sebelumnya mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Setya Novanto. Putusan tersebut memangkas vonis dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan penjara, dengan pidana denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Setya Novanto sendiri sebelumnya divonis bersalah dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011–2013, dengan hukuman 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar US$ 7,3 juta.
Kini, dengan status bebas bersyarat, Setya Novanto tetap berada dalam pengawasan ketat Lapas Sukamiskin dan wajib melapor secara rutin. Publik pun masih menyoroti langkah mantan Ketua DPR itu ke depan, mengingat kasus e-KTP menjadi salah satu skandal korupsi terbesar di Indonesia.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS