Menu Ikan Hiu, Simbol Amburadulnya Program MBG di Ketapang

  • Bagikan
Kepala Regional MBG Kalbar, Agus Kurniawi saat memberikan keterangan Pers terkait siswa yang keracunan di Ketapang. (Suaraindo.id/ist)

Suaraindo.id – Polemik program Makanan Bergizi Gratis (MBG) kembali mencuat pasca kasus keracunan yang menimpa belasan siswa sekolah dasar di Ketapang. Tokoh masyarakat setempat, Kartono, menilai sistem dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) tidak ideal karena beban produksi terlalu tinggi.

“Jumlah porsi yang harus ditangani satu dapur mencapai 2.000–3.500 per hari. Itu mustahil dijalankan dengan maksimal. Idealnya, satu dapur hanya melayani maksimal 500 porsi agar kualitas makanan terjaga dan program ini tidak asal-asalan,” tegas Kartono, Selasa (24/9/2025).

Kartono juga menyoroti dugaan monopoli pengelolaan oleh kelompok bermodal besar yang berpotensi mengorbankan kualitas pelayanan. Ia menyebut data resmi Kantor Staf Presiden (KSP) yang mengungkap fakta mencengangkan: dari 8.583 SPPG se-Indonesia, hanya 34 yang mengantongi Surat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Sementara di tingkat teknis, dari 1.379 SPPG, hanya 413 yang memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) Keamanan Pangan.

“Artinya, ribuan dapur sangat rawan salah prosedur. Apalagi penentuan titik dapur juga asal-asalan,” tambahnya.

Sehari setelah kasus keracunan terjadi, Kepala Regional MBG Kalimantan Barat, Agus Kurniawi, turun langsung ke Ketapang. Ia mengakui menu ikan hiu yang disajikan SPPG Mulia Kerta merupakan keteledoran fatal.

“Soal menu ikan hiu, itu murni kesalahan dapur. Seharusnya tidak dipilih karena tidak lazim dikonsumsi anak-anak, bahkan berpotensi mengandung merkuri,” kata Agus.

Agus menjelaskan, menu tersebut direkomendasikan oleh ahli gizi lokal rekrutan BGN. Meski pihaknya telah menyampaikan permintaan maaf, Kepala SPPG Mulia Kerta resmi dinonaktifkan sementara, dan jika investigasi membuktikan makanan menjadi penyebab keracunan, dapur tersebut akan ditutup permanen.

Saat ini terdapat 22 SPPG di Ketapang yang melayani ribuan siswa. Ke depan, Agus memastikan jumlah penerima manfaat per dapur akan dibatasi maksimal 2.000 siswa.

“Harapannya kualitas pelayanan meningkat. Pola masak juga akan diatur ulang supaya makanan tidak cepat basi,” tandasnya.

  • Bagikan