Suaraindo.id – Polemik ketenagakerjaan melanda PT Kayung Agro Lestari (KAL), anak perusahaan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) yang sejak 7 Mei 2025 resmi diambil alih oleh First Resources (FR) Group. Perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Ketapang ini mempekerjakan 2.139 karyawan, di mana 1.625 orang (76%) berasal dari masyarakat sekitar kebun.
Keberadaan perusahaan selama ini dinilai memberi dampak signifikan bagi perekonomian lokal. Namun, sejak pergantian kepemilikan, muncul dinamika serius. Pada 12 Agustus 2025, sejumlah karyawan yang difasilitasi Forum Solidaritas Karyawan PT KAL bersama Isa Anshari dari LSM Forum Pemantau Reformasi Ketapang (FPRK), menyatakan menolak bergabung dengan manajemen baru dan meminta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Permintaan itu kemudian dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Ketapang dengan dalih telah terjadi perubahan syarat kerja pasca-akuisisi.
Tuntutan Massa
Situasi memanas pada 22 Agustus 2025, saat undangan klarifikasi dari Disnaker justru berubah menjadi aksi massa sekitar 1.000 orang karyawan yang dipimpin Isa Anshari. Sejumlah anggota DPRD Ketapang dan DPRD Kayong Utara turut hadir. Dalam aksi itu, mereka menyampaikan beberapa tuntutan:
- Sebanyak 1.450 karyawan menolak melanjutkan kerja dengan manajemen baru.
- Pekerja meminta di-PHK dengan kompensasi 1x pesangon plus uang penghargaan masa kerja, kemudian dipekerjakan kembali.
- FPRK memberi batas waktu satu minggu agar perusahaan menanggapi tuntutan.
- FPRK meminta agar persoalan tidak dibawa ke Pengadilan Hubungan Industrial.
- FPRK tidak menjamin kondisi kondusif jika tuntutan tidak dipenuhi.
Perusahaan mengaku kaget karena undangan klarifikasi berubah menjadi tekanan massa. Manajemen menegaskan tidak akan melakukan PHK massal karena akan berdampak serius terhadap ekonomi masyarakat sekitar serta stabilitas sosial.
Kontroversi Mediasi
Pada 26 Agustus 2025, Disnaker Ketapang mengundang pihak perusahaan, pekerja, dan FPRK untuk mediasi pertama yang digelar 1 September 2025. Namun, menurut manajemen, proses mediasi justru penuh kejanggalan.
Beberapa poin keberatan perusahaan antara lain:
Mediator dianggap tidak berupaya mencegah PHK, bahkan mendorong agar PHK terjadi.
Risalah mediasi disebut mengalami perubahan dan diarahkan seolah-olah perusahaan telah melakukan PHK.
Inti persoalan dianggap dibelokkan menjadi perselisihan pesangon, padahal perusahaan tidak pernah mengeluarkan keputusan PHK.
“Perusahaan tetap ingin mempertahankan seluruh pekerja dan hak-hak mereka tidak akan dikurangi. Masa kerja juga tetap dihitung sejak awal bergabung di bawah ANJT,” tegas manajemen PT KAL dalam pernyataannya.
Harapan Perusahaan
Manajemen berharap pekerja tidak terjebak dengan isu pesangon dan fokus membangun perusahaan bersama. Mereka juga meminta Disnaker Ketapang bersikap bijak, adil, dan mencegah terjadinya PHK massal yang justru akan merugikan pekerja di masa depan.
“PHK bukanlah solusi. Jika terjadi, dampaknya tidak hanya bagi pekerja dan keluarganya, tetapi juga perekonomian daerah serta stabilitas kamtibmas,” tulis pernyataan resmi perusahaan.
Perusahaan juga menolak risalah mediasi yang dinilai menyesatkan dan tidak sesuai fakta, serta meminta pemerintah daerah benar-benar menjembatani permasalahan ini demi kepentingan semua pihak.