SuaraIndo.Id — Proyek pembangunan Kantor Gubernur Sumatera Selatan Terpadu di kawasan Keramasan dinilai nasibnya belum ada kejelasan bahkan kuat dugaan menjadi proyek mangkrak.
Lahan yang sebelumnya merupakan sawah dan rawa produktif justru terbengkalai, ditumbuhi rumput liar, dan diduga belum memiliki izin alih fungsi resmi dari pemerintah pusat maupun kementerian terkait.
Anggota DPRD Kota Palembang dari Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Okdi Priantoro, SE.Ak., SH menegaskan, jika pemerintah tidak mampu melanjutkan proyek, lahan tersebut sebaiknya dikembalikan ke fungsi awal. Langkah ini dinilai penting untuk ketahanan pangan dan kepentingan masyarakat Palembang.
“Lahan yang dulunya sawah dan rawa produktif kini dibiarkan menjadi timbunan tanpa arah. Kalau pemerintah tidak sanggup membangun, kembalikan saja ke fungsi semula,” ujar Andreas, Sabtu (25/10/2025).
Politikus muda PDI Perjuangan itu juga menyoroti, hingga saat ini diduga belum ada izin resmi alih fungsi lahan dari pemerintah pusat maupun kementerian terkait atas perubahan kawasan tersebut.
Padahal, Kota Palembang masih memiliki Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembinaan, Pengendalian, dan Pemanfaatan Rawa, yang melarang perubahan fungsi lahan tanpa dasar hukum yang sah.
“Jangan akali regulasi. Ada aturan yang harus dihormati. Jangan sampai pemerintah justru menjadi pihak pertama yang melanggar hukum,” tegas Anggota Komisi III DPRD Kota Palembang ini.
Selain itu, ditegaskan Andreas, terdapat sejumlah regulasi yang masih berlaku dan mengatur secara ketat soal perlindungan lahan pertanian.
Kebijakan alih fungsi lahan tanpa perencanaan matang berpotensi melanggar beberapa regulasi, antara lain: Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang disempurnakan dalam UU Nomor 6 Tahun 2023, serta Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.
Kemudian Rencana Tata Ruang Wilayah Palembang. Dan Perda Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
“Kalau proyek penimbunan ini tidak jalan, jangan dibiarkan begitu saja. Kembalikan ke fungsi awalnya.
Andreas mendesak Gubernur Sumsel dan Wali Kota Palembang segera duduk bersama untuk membahas kejelasan status lahan, sekaligus mencari solusi agar kawasan tersebut bisa kembali dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat, terutama sektor pertanian, yang memang belum ada izin alih fungsi lahan.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa penolakan sejumlah fraksi di DPRD Kota Palembang dan gugatan masyarakat menjadi sinyal kuat bahwa persoalan ini harus diselesaikan secara terbuka dan sesuai koridor hukum.
“Ini bukan sekadar proyek gagal. Ini menyangkut kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintah daerah. Jangan biarkan lahan produktif sawah dan rawa di alih fungsikan tanpa perizinan dan melanggar tata ruang kota palembang ,” tutup Andreas. (*)













