Praktik pelaksanaan proyek infrastruktur yang dinilai asal-asalan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat kembali menjadi sorotan tajam
Suaraindo.id – Dari hasil penelusuran tim investigasi, ditemukan indikasi kuat bahwa sejumlah proyek besar dikerjakan tanpa perencanaan matang, tanpa pengawasan ketat, dan mengabaikan kualitas. Akibatnya, infrastruktur bernilai ratusan miliar rupiah cepat rusak, tak berfungsi, bahkan seolah tidak pernah ada.
Proyek Jalan Pelang–Kepuluk: Miliaran “Hilang Jejak”
Salah satu proyek yang paling disorot adalah pembangunan jalan strategis Pelang–Kepuluk, yang total anggarannya sudah menyentuh ratusan miliar rupiah melalui penganggaran bertahap selama beberapa tahun anggaran.
“Sudah tiga kali dianggarkan sejak beberapa tahun lalu, tapi begitu masa jabatan bupati habis, proyek ini pun seperti ikut menghilang. Tidak terlihat peningkatan signifikan di lapangan. Malah, jalannya kembali rusak seperti semula,” ungkap Antoni seorang tokoh desa di wilayah tersebut.
Masyarakat mempertanyakan ke mana larinya dana besar itu, karena yang terlihat di lapangan hanyalah jalan yang sebagian masih berupa tanah dan sebagian lagi mulai rusak kembali meski baru diperbaiki.
Proyek SDA dan Cipta Karya: Turap Gagal dan Drainase Mati
Selain proyek jalan, sorotan juga tertuju pada proyek di bawah Bidang Sumber Daya Air (SDA) dan Cipta Karya (CK). Banyak proyek fisik seperti pembangunan turap, saluran air, dan drainase lingkungan dikerjakan tanpa mengedepankan asas manfaat, tanpa perhitungan kualitas, dan hanya berorientasi pada penyerapan anggaran.
“Contohnya pembangunan turap di beberapa titik sungai kecil, hanya satu musim hujan langsung jebol. Proyeknya asal jadi, tidak ada manfaat yang benar-benar terasa oleh masyarakat,” ungkap Husna, aktivis perempuan lingkungan di Ketapang.
Beberapa proyek drainase yang dibangun dengan harapan mengurangi banjir justru menjadi penyebab genangan karena salah desain dan tidak disambungkan ke saluran utama.
Kritik Tokoh Masyarakat: Pembangunan Tanpa Arah
Sosok akademisi dan aktivis lingkungan yang tidak mau disebutkan namanya, menyebutkan praktik ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap rakyat jika tidak dilaksanakan sesuai prosedur yang benar.
“Jika sebuah pekerjaan tidak sesuai dengan RAB dan tidak dilaksanakan dengan sistem yang benar, Ini bukan sekadar proyek gagal, tapi Ini korupsi yang dibungkus proyek. Pemda Ketapang harus ingat, mereka bukan sedang mengelola ladang warisan, tapi uang rakyat. Kalau proyek cepat rusak, rakyat juga yang dirugikan,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa lemahnya sistem pengawasan internal di Dinas PUTR dan tidak adanya transparansi dalam perencanaan proyek menjadi faktor utama dari buruknya kualitas pembangunan.
Kepala Dinas PUTR: Kami Hanya Pelaksana, Tekankan Profesionalisme
Menanggapi berbagai tudingan, Kepala Dinas PUTR Ketapang, H. Dennery, menyatakan bahwa pihaknya secara teknis hanya melaksanakan program yang telah ditetapkan, termasuk usulan dari DPRD maupun instansi lain.
“Kami ini pelaksana program. Banyak proyek berasal dari pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD atau dari perangkat daerah lain. Tapi saya tetap tekankan kepada jajaran, apa pun sumbernya, pelaksanaan teknis harus sesuai aturan,” jelasnya.
Dennery juga menegaskan bahwa dirinya tidak akan mentoleransi kinerja buruk dari jajarannya.
“Saya sudah sampaikan, siapa pun yang tidak mampu bekerja dengan baik, silakan mundur. Saya ingin pembangunan dari APBD Ketapang benar-benar dirasakan oleh masyarakat,” tegasnya.
Potensi Temuan BPK dan Jerat Hukum
Dalam konteks hukum, proyek yang tidak dirancang dan diawasi secara benar berpotensi menjadi temuan BPK. Selain itu, dapat dikategorikan sebagai pemborosan keuangan negara, bahkan mengarah pada pelanggaran pidana korupsi.
Ahli hukum yang juga Direktur LBH Tridharma Indonesia Kalimantan Barat, Lipi, SH, menjelaskan:
“Setiap rupiah dalam APBD yang tidak memberikan manfaat atau tidak sesuai spesifikasi bisa dianggap pemborosan. Kalau disengaja atau sistematis, bisa menjadi perkara hukum serius, baik pidana maupun administratif,” jelasnya.
Kepercayaan Publik Terancam Runtuh
Masyarakat pun mulai menunjukkan ketidakpercayaan terhadap proyek-proyek pemerintah. Di beberapa kecamatan, warga sudah kehilangan harapan terhadap pembangunan yang dinilai hanya sekadar formalitas tahunan.
“Tiap tahun kami dengar proyek, tapi tiap tahun pula rusak. Buat apa?” kata Firmanto, warga Kelurahan Mulia Baru.
Jika tidak segera dibenahi, proyek-proyek gagal ini bukan hanya membebani anggaran, tapi juga meruntuhkan legitimasi pemerintah daerah di mata rakyat.
Tim investigasi akan terus menelusuri proyek-proyek lain yang terindikasi bermasalah dan meminta transparansi penuh dari pemerintah daerah. Masyarakat didorong untuk aktif mengawasi dan melaporkan jika melihat proyek-proyek yang tidak sesuai harapan. ***