Bersertifikat Hijau, Diduga Garap Hutan Lindung: Pelanggaran PT Agro Lestari Mandiri, Anak Usaha Sinarmas, di Nanga Tayap Ketapang

  • Bagikan
Ilustrasi. (Suaraindo.id/Adang Hamdan)

Suaraindo.id — Dugaan penggarapan kawasan hutan lindung oleh perusahaan sawit besar kembali mencuat di Kalimantan Barat. PT Agro Lestari Mandiri (ALM), anak perusahaan raksasa Sinarmas Group, diduga kuat membuka dan menanami sawit di dalam kawasan Hutan Lindung Bukit Batu Menangis, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang.

Berdasarkan temuan masyarakat dan data Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Ketapang Selatan, aktivitas perkebunan PT ALM teridentifikasi masuk ke dua titik kawasan lindung, masing-masing seluas 28,36 hektar di Desa Simpang Tiga Sembelangaan dan 48,90 hektar di Dusun Tanjung Toba, wilayah Hutan Lindung Bukit Batu Menangis.

Bukti Lapangan: Sawit Berbuah di Dalam Kawasan Lindung

Temuan ini bukan sekadar klaim. Data GIS (Geographic Information System) yang disusun oleh tim teknis masyarakat dan diverifikasi dengan peta resmi KPH menunjukkan tumpang tindih nyata antara areal perkebunan PT ALM dan kawasan hutan lindung.

“Ini bukan asumsi. Kami pakai peta resmi dan pengukuran lapangan. Sawit mereka jelas sudah masuk kawasan hutan,” ujar anggota tim GIS masyarakat Nanga Tayap yang namanya enggan disebut.

Petugas KPH Ketapang Selatan yang turun ke lapangan juga menemukan aktivitas perkebunan aktif di dalam hutan lindung, mulai dari panen tandan buah segar (TBS), hingga pemasangan patok batas perusahaan di dalam zona konservasi.

“Ada jalan produksi, parit, dan sawit siap panen di dalam hutan lindung. Ini bukan kesalahan teknis, tapi pelanggaran serius,” beber petugas KPH Ketapang Selatan, meminta identitasnya dirahasiakan.

ISPO & RSPO Dipertanyakan: Ironi di Balik Sertifikasi Hijau

Yang membuat publik terkejut, PT Agro Lestari Mandiri disebut telah mengantongi sertifikasi ISPO dan RSPO — dua sertifikasi yang seharusnya menjadi jaminan bahwa operasional sawit mereka berlandaskan prinsip keberlanjutan, kepatuhan hukum, dan perlindungan lingkungan.

Namun, dugaan penggarapan hutan lindung justru menjadi tamparan keras bagi kredibilitas sertifikasi keberlanjutan tersebut.

“Tidak bisa hanya berlindung di balik sertifikasi. Ketika perusahaan bersertifikat keberlanjutan justru menggarap hutan lindung, maka publik berhak mempertanyakan kredibilitas sistem sertifikasi itu sendiri,” ungkap Hamdi aktivis lingkungan Ketapang.

Hingga berita ini diterbitkan, PT Agro Lestari Mandiri belum memberikan keterangan resmi, meski telah diupayakan konfirmasi sebelum berita dipublikasikan.

Rekam Jejak Panjang Pelanggaran Lingkungan Sinarmas

Sinarmas Group bukan nama asing dalam sorotan isu lingkungan. Dalam berbagai laporan Greenpeace dan organisasi lingkungan internasional, konglomerasi ini kerap dikaitkan dengan praktik deforestasi, konflik lahan, dan kebakaran di area konsesinya — baik di sektor pulp & paper (Asia Pulp & Paper / APP) maupun sawit (Golden Agri Resources / GAR).

Beberapa catatan penting:

Kebakaran lahan di konsesi pemasok Sinarmas yang disegel KLHK pada 2019.

Konflik agraria dan deforestasi di Kalimantan dan Sumatera.

Dugaan pelanggaran tata batas kawasan hutan di Kalbar dan Kaltim.

Rangkaian kasus ini memperkuat kesan bahwa komitmen “No Deforestation, No Peat, No Exploitation (NDPE)” yang sering dikampanyekan grup ini masih jauh dari kenyataan di lapangan.

Desakan Masyarakat

Masyarakat Nanga Tayap mendesak Gakkum KLHK segera menurunkan tim penyidik, menyita alat berat, dan melakukan audit izin usaha PT ALM. Mereka menilai, jika dugaan ini terbukti, maka tindakan perusahaan melanggar UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan serta ketentuan perlindungan hutan dalam UU Cipta Kerja.

“Jangan cuma rakyat kecil yang ditindak, sementara perusahaan besar seperti Sinarmas dibiarkan. Kalau hukum mau adil, semua harus sama di depan undang-undang,” ungkap Roni, Kepala Dusun Desa Simpang Tiga Sembelangaan.

Masyarakat juga mendesak Satgas Penegakan Kawasan Hutan (Satgas PKH) untuk turun langsung, mengingat lambannya proses hukum dan risiko “masuk angin” jika hanya ditangani di tingkat administratif.

“Kalau hanya menunggu Gakkum, bisa lama dan rawan masuk angin. Kami ingin Satgas PKH turun langsung supaya ada tindakan nyata,” Jailani aktivis lingkungan Ketapang.

Kasus dugaan penggarapan hutan lindung oleh PT Agro Lestari Mandiri menyingkap ironi besar dalam industri sawit nasional di mana label hijau, sertifikat keberlanjutan, dan komitmen lingkungan sering kali berhenti di atas kertas.

“Kami tidak anti investasi, tapi jangan jadikan hutan lindung korban kerakusan. Hukum jangan tumpul ke atas, tajam ke bawah,” kata Andi warga Nanga Tayap.

  • Bagikan