Suaraindo.id— Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan sebagian besar sekolah belum siap melindungi murid-muridnya dari penularan Covid-19 yang disebabkan oleh virus corona jenis baru.
Kesimpulan ini berdasarkan hasil pemantauan lapangan yang dilakukan KPAI bersama Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) di berbagai daerah, termasuk Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Mataram di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Retno menjelaskan hasil pemantauan langsung KPAI dan KPAD di 27 sekolah selama Juni hingga 14 Agustus, menunjukkan mayoritas sekolah mulai dari sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA) atau sekolah menengah kejuruan (SMK) belum siap melakukan proses pembelajaran tatap muka di era pandemi Covid-19.
Dari 27 sekolah yang dipantau, hanya Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 11 Bandung yang memenuhi syarat protokol kesehatan untuk pembelajaran secara tatap muka.
Bagi KPAI, lanjut Retno, prioritas pertama bagi anak adalah hak hidup, kemudian hak sehat, baru hak atas pendidikan.
“Artinya, kalau anaknya tetap sehat dan tetap hidup, sebenarnya kan kita tetap bisa mengejar ketertinggalan yang sekarang. Kami melihat ketidaksiapan daerah sangat tinggi,” kata Retno.
Retno menambahkan dukungan pemerintah daerah terhadap sekolah-sekolah untuk mempersiapkan belajar tatap muka di era pandemi Covid-19 belum terlihat nyata. Sekolah-seklah hanya mengandalkan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang juga dipakai untuk membeli kuota Internet.
Menurut Retno, pembelajaran jarak jauh mesti dipertahankan hanya saja mutunya diperbaiki.
Indikator Kesiapan Sekolah
Dalam pemantauan langsung itu, lanjut Retno, KPAI sudah menyiapkan daftar sejumlah indikator-indikator kesiapan sekolah untuk beroperasi lagi dan menggelar pembelajaran tatap muka.
Hal ini mulai dari aspek infrastruktur seperti bilik disinfektan, wastafel yang jumlahnya sesuai rasio jumlah kelas, alat pengukur suhu, sabun cuci tangan, tisu, ruang isolasi di dekat pintu gerbang (ketika ada warga sekolah yang suhunya lebih dari 37,3 derajat Celcius), tangga naik dan turun yang harus dibuat tanda panahnya, penyiapan kelas untuk jaga jarak, penyusunan rencana pembelajaran dan pengelolaan kelas, penyiapan modul pembelajaran luring, sampai penyiapan protokol pecegahan penularan Covid-19.
Saat pengawasan ke sekolah, KPAI mengecek apakah wastafel ada di setiap depan kelas, apakah toilet memadai, hingga ke kelas untuk memastikan posisi meja dan kursi hanya sejumlah separuh anak di kelas tersebut. Artinya, meja kursi di kelas tidak boleh posisi dan jumlahnya sama seperti sebelum ada pandemi Covid-19.
Menurut Retno, rincian dari protokol kesehatan yang wajib ada dan disiapkan sekolah. Beberapa protokol yang mesti disiapkan antara lain protokol saat masuk lingkungan sekolah, selama proses belajar di kelas hingga pulang sekolah; protokol layanan perpustakaan, protokol layanan bimbingan penyuluhan untuk membantu konseling siswa selama belajar dari rumah, protokol ibadah di musala/masjid sekolah, protokol siswa berangkat dan pulang sekolah memakai kendaraan umum dan motor, protokol pertemuan/rapat dinas, protokol kehadiran guru, protokol kehadiran karyawan, protokol humas, sampai protokol pembagian rapor.
Dari hasil pemantauan di lapangan, Retno mengungkapkan KPAI menemukan 74 persen sekolah belum membentuk Tim Gugus Tugas Covid-19 di level sekolah dengan surat keputusan kepala sekolah, yang dilengkapi dengan pembagian tugas yang jelas dan rinci seperti misalnya penyiapan infrastruktur, penyiapan berbagai SOP layanan di dalam masa kenormalan baru. Sedangkan 26 persen lainnya sudah membuat Tim Gugus Tugas Covid-19 di level sekolah.
Selain itu, hanya 13 persen sekolah yang sudah menyiapkan bilik disinfektan, yaitu di SMKN 11 kota Bandung, SMAN 1 Kota Subang, dan SMPN 2 Kota Bekasi. Bahkan di SMKN 11, bilik disinfektan tidak hanya untuk manusia, tetapi juga kendaraan bermotor yang masuk gerbang sekolah.