Suaraindo.id— Kebijakan“Praktis sampai sekarang belum ada berjalan ekspor. Akibatnya apa? Tentu harga ekspor akan mempengaruhi daripada harga TBS tentu akibatnya harga TBS kami masih belum move on, belum bergerak dari harga sebelumnya,” tambah Gulat.
“Jadi kesimpulannya apa? Kenapa ini terjadi? Karena belum adanya ekspor, sebagaimana harapan Pak Jokowi 23 Mei efektif, kenapa bisa gitu? Menterinya lelet, lambat,” tukasnya.
Lebih jauh, Gulat menjelaskan penyebab lain masih rendahnya harga TBS adalah sampai 27 Mei 2022, tender minyak sawit mentah (crude plam oil/CPO) di Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) masih dalam status tidak saling sepakat atau biasa disebut WD. Padahal, menurutnya, harga sudah diturunkan menjadi Rp13.000 per kg, tetapi ditawar menjadi Rp11.000 per kg.
KPBN sendiri merupakan kiblat dari semua penetapan harga petani sawit di dinas perkebunan
“Akibatnya semua WD. Kenapa WD, karena mereka tidak bisa menggunakan harga internasional. Kenapa gak bisa? Karena mereka belum ekspor,” katanya.
Akibat hal tersebut, sampai saat ini pabrik kelapa sawit (PKS) belum mau membeli TBS dengan harga normal. Dengan begitu, menurutnya para PKS tersebut akan mendapatkan keuntungan yang besar dari penderitaan yang dirasakan oleh petani sawit saat ini.
“Begitu nanti ekspor berjalan, maka para PKS akan untung berlipat ganda. Kenapa? Karena mereka masih membeli harga TBS murah di saat larangan ekspor sudah dicabut. Bedakan ya, larangan ekspor sudah dicabut dengan ekspor sudah berjalan. Karena mereka masih membeli murah harga TBS petani, begitu nanti ekspor berjalan maka mereka akan untung berlipat ganda,” katanya.
Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI pada Senin (23/5) Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memprediksi dampak pelarangan ekspor CPO dan turunannya masih akan berpengaruh terhadap harga TBS petani dalam beberapa waktu ke depan. Maka dari itu, pihaknya pun terus berupaya memperbaiki agar harga TBS bisa kembali normal.
anya narasi oleh menteri terkait, akan kita berlakukan DMO. Iya tapi berapa DMO-nya? Tidak disebut, dan seharga DPO, tapi berapa rupiah?” kata Gulat kepada VOA, Sabtu (28/5).
Akibatnya, katanya, semua pelaku bisnis sawit, dalam hal ini adalah eksporter, mengambil sikap wait and see.