Suaraindo.id– Sejak masa sekolah dasar (SD), cita-cita seorang individu sering kali menjadi petunjuk jalan hidupnya. Bagi Kundori, menjadi wartawan bukan sekadar pekerjaan, tetapi panggilan jiwa yang membimbingnya melalui berbagai perjalanan menarik di dunia jurnalistik.
Sebagai seorang yang memulai langkahnya sebagai wartawan sejak tahun 2005 silam, Kundori tidak hanya menganggap pekerjaannya sebagai sebuah profesi, tetapi juga sebagai panggilan jiwa.
PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) menjadi salah satu organisasi besar yang turut menjadi bagian dari perjalanan karirnya.
“Saya gabung ke PWI itu sudah sejak 2006 silam, jadi wartawan sejak tamat kuliah dan gabung ke PWI dan kalau untuk PWI Kalbar kemarin sebenarnya tidak mengira karena sebelumnya memang tidak ada niat untuk mencalonkan diri karena juga sebelumnya saya sudah megang organisasi tingkat Kalbar juga namun liat dinamika kawan -kawan atau anggota-anggota PWI mendorong saya untuk mencalonkan diri,” ujarnya saat mengisi sebuah Podcast di Tribun Pontianak beberapa waktu lalu.
“Kalau berbicara tentang organisasi ya tentu kita bersyukur karena memang saya hobi dalam berorganisasi.
Berbagai organisasi sudah kita ikuti dan juga apalagi ini PWI adalah organisasi besar di Indonesia sehingga Insya Allah amanah ini akan kita jalankan dengan dibantu kawan-kawan yang lain,”sambung Kundori.
Perjalanan panjangnya dimulai sejak masa sekolah dasar, dimana kecintaannya terhadap dunia jurnalistik sudah tercermin dari hobinya menulis diary. Semenjak itu Kundori tak pernah lepas dari dunia tulis-menulis.
“Seperti menulis Diary waktu jaman dulu itu ya pada waktu SMP dan SMA kemudian saat kuliah kebetulan saya mengambil jurusan program studi komunikasi. Jadi, di program studi komunikasi ini memang pada mata kuliahnya juga ada mata kuliah jurnalistik terus tentang seputar media juga,”ucapnya.
Tidak hanya sebatas teori di bangku kuliah, Kundori juga aktif terlibat dalam mendirikan pers kampus di salah satu perguruan tinggi di Kalimantan Barat.
Semangatnya sebagai seorang jurnalis semakin membara ketika ia mulai berkarir sebagai reporter di salah satu stasiun radio, kemudian melangkah ke media cetak.
“Sejak di Kampus juga saya juga memang menjadi pendiri Pers kampus juga di salah satu perguruan tinggi di Kalimantan Barat. Sejak kuliah di semester akhir saya itu sudah jadi reporter disalah satu radio kemudian melamar di sebuah media cetak dan dari sinilah saya belajar menjadi wartawan pemula. Kemudian seiring waktu menjadi wartawan dengan tugas di beberapa daerah di Kalimantan Barat,”cerita Kundori.
Namun, seperti dalam setiap profesi, menjadi seorang wartawan juga membawa lika-liku perjalanan yang tidak selalu mulus.
Kundori mengingat masa-masa sulit sebagai wartawan kampus, di mana ia pernah mendapat sorotan dari dosen karena tulisannya mengenai absensi dosen yang minim.
“Kisah suka dan duka saya yakni sempat waktu itu saya masih menjadi wartawan kampus. Saya waktu itu pernah mau dilaporkan oleh dosen gara-gara menulis berita dosen jarang masuk. Jadi disitu sudah ada idealisme,”katanya.
Bahkan ironisnya, ia juga pernah menghadapi tekanan dan ancaman saat menulis investigasi tentang perjudian di daerah terpencil.
Ancaman tersebut tidak hanya datang dalam bentuk kata-kata, tetapi juga melalui pesan singkat dan intimidasi langsung, yang pada zamannya adalah bentuk komunikasi utama sebelum era aplikasi pesan instan seperti WhatsApp.
“Kemudian saat sudah menjadi wartawan pemula waktu itu pernah juga saya menulis tentang berita investigasi masalah perjudian didaerah perhuluan itu suka dukanya kita ada tantangan untuk mengangkat sebuah kasus ini juga banyak tekanan-tekanan bahkan sempat diancam, HP bahkan matikan dan saya dimarahi pimpinan karena banyak ancaman-ancaman lewat SMS karena jaman dulu kita masih menggunakan SMS belum ada WA pada waktu itu, itu salah satunya,”kenang Kundori.
Dengan pengalaman yang telah diperolehnya selama ini, ia berharap dapat terus berkontribusi dalam menjaga integritas jurnalistik dan memberikan pencerahan kepada masyarakat melalui tulisan dan laporan yang berkualitas.
Selain itu, ia juga mendorong generasi muda untuk tidak hanya melihat profesi ini sebagai pekerjaan biasa, tetapi sebagai panggilan untuk memberikan informasi yang akurat dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
“Sukanya kita banyak relasi, banyak dikenal orang bahkan kita dari disiplin ilmu yang kita dapatkan di bangku kuliah ternyata saat menjadi wartawan itu beda. Misalnya ketika kita tugas didaerah salah satunya di Kabupaten Landak, sementara disiplin ilmu saya kan fokus pemberitaan jurnalistik, ketika disana kita harus meliput pemberitaan tentang sawit, tentang kriminalitas, tentang yang lain, jadi kita juga harus bias juga menguasai juga ilmu-ilmu tentang perkebunan sawit itu bagaimana, juga dan lainnya karena memang kita sebagai wartawan harus biasa menguasai karena kalau kita ingin mewawancarai narasumber harus bisa menguasai sebuah masalah,”pungkasnya.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS