Permen KP Nomor 7 Tahun 2024 Tameng Mafia Eksportir, Rugikan Nelayan Lobster

  • Bagikan

SUARAINDO.ID — Penerapan dan mekanisme Peraturan Menteri nomor 7 Tahun 2024, dinilai menjadi tameng dan dimanfaatkan oleh sejumlah perusahaan Joint Venture selaku eksportir, sehingga kerap merugikan nelayan dan pembudidaya Lobster di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat dan Indonesia pada umumnya.

Ketua Umum Serikat Nelayan Independen (SNI) Hasan Gauk menjelaskan, meski Permen nomor 7 tahun 2024 ini jauh lebih bagus dibandingkan Permen Kelautan dan Perikanan sebelumnya.

Dari pantauan SNI, beberapa permasalahan yang harus segera dibenahi, terutama pengelolaan Benih Bening Lobster oleh Badan Layanan Umum (BLU) Situbondo dan Perusahaan Joint Venture (JV) yang berfungsi sebagai eksportir.

Keduanya memiliki peran penting, namun tidak berdampak besar terhadap nelayan lobster.

Berkaitan hal tersebut, Hasan mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan audit menyeluruh terhadap Perusahaan Joint Venture (JV) yang ditunjuk untuk melakukan budidaya, baik di dalam dan luar negeri. Karena diduga ada monopoli besar-besaran oleh oligarki yang bernaung pada Perusahaan Joint Venture (JV), sehingga sangat merugikan masyarakat nelayan dan Negara.

“Saya berharap agar KPK dan Kejaksaan Agung turun untuk melakukan pemeriksaan kepada seluruh Perusahaan yang telah ditunjuk. Sebanyak 493 juta Benih Bening Lobster menjadi kuota mereka, namun diduda sebagian kecil persentase disetorkan ke Negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).” Tegasnya.

Menurutnya, Kebocoran-kebocoran yang sering disampaikan Bapak Prabowo Subianto itu benar adanya. Salah satunya pengelolaan Benih Bening Lobster. Para mafia black market (pasar gelap) sampai hari ini masih terus berkeliaran dan menghantui nelayam. Akibatnya, negara mengalami kerugian hingga ratusan triliun.

Menurut Hasan Gauk, beberapa kejanggalan yang ditemukan di daerah. Misalnya Perusahaan Joint Venture (JV) yang langsung turun ke nelayan untuk melakukan pembelanjaan, sementara yang memiliki wewenang dalam peraturan Permen 7 tahun 2024 ini adalah BLU lewat koperasi.

“Benih Bening Lobster dikirim ke BLU, semestinya JV tinggal menunggu, mereka melakukan pembelian Benih Bening Lobster di BLU,” Pungkasnya, Rabu 4 September 2024.

Selain itu, harga yang ditawarkan oleh BLU di daerah berbeda-beda. Hal ini menjadi pemicu munculnya pemain baru di pasar gelap bidang lobtster.

Seharusnya, benih bening lobster memiliki keseragaman harga yang diterapkan secara nasional. “Evaluasi besar-besaran harus segera dilakukan, baik pada BLU dan JV, ini semata-mata agar Permen 7 tahun 2024 berjalan sesuai harapan agar negara mendapatkan pemasukan besar dari berkah laut ini.” Sambungnya.

Hasan menegaskan, Permen 7 tahun 2024 ini jangan sampai menjadi topeng bagi segelintir orang untuk menguasai pasar, dengan dalih untuk kesejahteraan masyarakat nelayan.

Padahal kenyataannya, masyarakat nelayan hanya dijadikan tumbal atas kerakusan para oknum.

Selama ini, Permen nomor 7 tahun 2024 ini kerap dijadikan alat legitimasi kekuasaan oleh para mafia black market, yang dulu kewalahan melakukan pengiriman Benih Bening Lobster ke negara Vietnam.

Dugaan melakukan kejahatan berjamaah menggunakan dokumen Negara, mulai sering dipertontonkan namun tidak ada tindakan dari Aparatur Penegak Hukum. Oleh karena itu, diharapkan agar Presiden Jokowi Dodo dan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk melakukan evaluasi di dalam tubuh BLU dan JV dalam menjalankan peraturan Permen 7 tahun 2024 ini.

Menurut Hadan, Peraturan Menteri KKP nomor 7 tahun 2024 ini memiliki dampak besar bagi perubahan ekonomi masyarakat pesisir.

Karena nelayan tangkap yang sudah bertahun-tahun tidak memiliki pekerjaan, kini memiliki harapan baru, untuk keluarga. Namun sayangnya, mekanisme yang masih amburadul membuat masyarakat nelayan tidak berani berharap banyak.

“Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia seharusnya memiliki kekuatan penuh dalam aturan yang dibuatnya. Bukan malah disetir oleh oligarki, baik Pengusaha dalam negeri dan luar negeri untuk menentukan harga yang diberikan ke nelayan,” sambung Hasan Gauk.

Dengan Permen KP 7 tahun 2024 ini, seharusnya Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia memiliki penentu dalam menerbitkan kebijakan, bukan malah dikendalikan oleh para mafia untuk menentukan harga benih bening lobster.

KKP seharusnya berpihak kepada nelayan. Penetapan harga yang tidak stabil dan berbeda-beda tiap daerah, memunculkan kelabilan KKP dalam mengambil keputusan yang bisa merugikan masyarakat nelayan dan penghasilan negara dikebiri.

“Bagaimana masyarakat nelayan bisa sejahtera, kalau KKP masih dapat ditekan oleh Perusahaan dan mafia,” Keluh Hasan Gauk.

Diharapkan, Negara tidak membiarkan masyarakat terus berada diambang kemiskinan. Sumberdaya alam melimpah untuk dijadikan alat mensejahterakan masyarakat nelayan.

Negara tidak boleh tersandera oleh kepentingan oligarki, ekonomi biru harus menjadi prioritas kesejahteraan masyarakat pesisir.

Hasan menambahkan, SNI akan terus bersuara, mengawal, dan mengawasi setiap kebijakan Pemerintah.

“Hak-hak nelayan harus dilindungi dan masyarakat nelayan harus mendapatkan keadilan.”Pungkasnya, Rabu 4 September 2024.

Penulis: NanangEditor: Redaksi
  • Bagikan