Membawa Layangan Aman ke Sekolah: PLN Giatkan Edukasi di SMPN 28 Pontianak

  • Bagikan
Sosialisasi yang dilakukan PLN terkait keselamatan Ketenagalistrikan (K2) di SMPN 28 Pontianak, Kamis (14/11/2024). SUARAINDO.ID/Meriyanti Rahmah

Suaraindo.id – Suasana riuh mengisi ruang kelas di SMPN 28 Pontianak, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya. Murid-murid tampak antusias menantikan sosialisasi dari PLN, yang kali ini memberikan edukasi tentang keselamatan ketenagalistrikan (K2) dan bahaya bermain layangan kawat di dekat jaringan listrik pada Kamis (14/11/2024).

Dalam kegiatan ini, PLN menyampaikan edukasi dengan cara yang ringan dan menyenangkan. Anak-anak diajak memahami kenapa bermain layangan kawat di sekitar jaringan listrik bisa berbahaya, tidak hanya bagi mereka sendiri, tetapi juga bagi masyarakat luas. Di akhir sesi, PLN memberikan hadiah berupa tumbler kepada siswa yang berani maju ke depan dan memaparkan kembali materi yang telah disampaikan. Hal ini membuat suasana kelas semakin hidup.

Menurut General Manager PLN UIP3B Kalimantan, Abdul Salam Nganro, bermain layangan adalah tradisi budaya yang wajar di Kalimantan Barat. Namun, ia menekankan pentingnya memilih tempat bermain yang aman dan jauh dari jaringan listrik.

“Dampak dari bermain layangan kawat tidak hanya dirasakan oleh PLN, tetapi juga masyarakat luas, bahkan bisa membahayakan pemain layangan itu sendiri,” ujarnya.

Ia berharap sosialisasi ini dapat menjadi langkah awal untuk mengurangi permasalahan akibat layangan kawat.

Pengalaman Siswa dan Guru

Nita, salah satu siswa kelas 9 yang mengikuti sosialisasi, merasa banyak belajar dari kegiatan ini.

“Ternyata, kalau melihat layangan tersangkut, kita tidak boleh asal memegang talinya karena bisa ada aliran listriknya. Selain itu, pohon tumbang yang mengenai kabel listrik juga harus dihindari karena bisa berbahaya,” ujarnya.

Anggi, siswa lainnya, menambahkan bahwa kegiatan ini memberikan pemahaman baru baginya.

“Sekarang saya tahu kalau bermain layangan harus di tempat yang luas dan tidak ada kabel listrik. Soalnya, kalau kena kabel listrik, bisa memutuskan aliran listrik untuk semua orang,” katanya.

Sebagai siswa yang tinggal di wilayah dekat jaringan listrik, Nita dan Anggi sering mengalami langsung dampak pemadaman akibat layangan kawat.

“Kalau listrik mati, belajar jadi susah. Kipas angin mati, proyektor tidak bisa dipakai, bahkan internet juga mati,” ungkap Nita.

Guru SMPN 28 Pontianak, Yustina Handayani, menyambut baik kegiatan ini.

“Edukasi seperti ini sangat penting untuk anak-anak. Harapannya, siswa yang sudah paham bisa menyampaikan informasi ini ke keluarganya di rumah. Apalagi, siswa kelas 9 sudah cukup dewasa untuk mengedukasi lingkungan sekitarnya,” tuturnya.

Ia juga berharap kegiatan ini dapat dilakukan secara berkala dengan melibatkan lebih banyak audiens, termasuk orang tua murid dan para guru.

“Kami ingin semua pihak memahami bahwa bahaya layangan kawat ini nyata, tidak hanya untuk PLN tapi juga untuk keselamatan masyarakat,” tambahnya.

Dampak Layangan Kawat

Masalah layangan kawat tidak hanya menyebabkan kerugian material bagi PLN yang harus memperbaiki jaringan listrik, tetapi juga mengancam keselamatan nyawa. Salah satu insiden tragis terjadi pada April 2019, ketika seorang pemuda bernama M. Fikri (20) tewas kesetrum saat mengejar layangan yang tersangkut di kabel listrik di Kawasan Pelabuhan Nipah Kuning, Pontianak.

Menurut data PLN, gangguan akibat layangan kawat masih mendominasi dibandingkan faktor lain, seperti petir atau pohon tumbang. Pada 2022, gangguan akibat layangan tercatat mencapai 89%, menurun menjadi 85% di 2023, dan 78% di 2024. Meski tren menunjukkan penurunan, masalah ini tetap menjadi penyebab utama gangguan listrik.

Pemadaman listrik tidak hanya mengganggu aktivitas rumah tangga tetapi juga menghambat proses belajar mengajar.

“Kalau di sekolah mati lampu, kami benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa. Proyektor, kipas angin, bahkan internet semuanya mati,” jelas Yustina.

Masa Depan yang Lebih Cerah Tanpa Layangan Kawat

Sebagai masyarakat yang tumbuh di tengah tradisi layangan, anak-anak di SMPN 28 Pontianak kini memahami bahwa budaya ini harus dijalankan dengan bijak. Sosialisasi PLN bukan hanya tentang keselamatan listrik, tetapi juga upaya menjaga tradisi lokal tanpa mengorbankan keselamatan.

Upaya PLN mengedukasi siswa dan masyarakat menjadi langkah kecil dengan dampak besar. Generasi muda yang kini lebih paham bahaya layangan kawat dapat menjadi agen perubahan di lingkungannya. Mereka tidak hanya menjaga diri sendiri, tetapi juga mengedukasi keluarga dan masyarakat sekitar tentang pentingnya keselamatan listrik.

Tradisi bermain layangan adalah bagian tak terpisahkan dari budaya Kalimantan Barat, namun keselamatan tetap harus menjadi prioritas. Dengan memahami risiko yang ditimbulkan oleh layangan kawat, generasi muda diharapkan dapat menjaga tradisi ini tetap hidup tanpa mengorbankan keselamatan diri maupun masyarakat.

PLN, melalui sosialisasi ini, tidak hanya menyampaikan edukasi tentang bahaya listrik tetapi juga menanamkan tanggung jawab sosial kepada para siswa.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  • Bagikan