Suaraindo.id – Miris. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan reaksi masyarakat terhadap pengungkapan oknum pejabat di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang diduga melindungi praktik judi online (judol). Kasus ini mencuat dengan adanya laporan bahwa Ketua Tim Penyidikan dan Ahli UU ITE Ditjen Aplikasi dan Informatika, Denden Imadudin Soleh, bersama dengan setidaknya 10 pegawai Komdigi lainnya, terlibat dalam memelihara sekitar 1.000 situs judi online untuk menghindari pemblokiran di Indonesia. Dari aktivitas ilegal ini, mereka dikabarkan meraup keuntungan sebesar Rp 8,5 miliar per bulan.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, turut angkat bicara dan mengingatkan akan pentingnya akhlak dalam proses perekrutan dan pembinaan Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurutnya, Indonesia tidak akan maju hanya dengan aparatur yang cerdas, namun juga harus berakhlak mulia. “Aparatur yang berakhlak mulia akan mengutamakan kejujuran, keadilan, dan transparansi, serta menjunjung tinggi integritas dalam menjalankan tugasnya,” tegas KH Chriswanto.
Dampak Negatif Judi Online
Praktik judi online yang dilindungi oleh oknum di Komdigi ini, menurut KH Chriswanto, bukan hanya merusak moral, tetapi juga membawa dampak sosial dan ekonomi yang sangat merugikan masyarakat. Ia menjelaskan bahwa para pelaku seakan tidak peduli dengan dampak buruk dari judi online, yang bisa menghancurkan ekonomi keluarga, merusak hubungan sosial, dan bahkan menimbulkan konflik yang semakin tinggi, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat.
“Judi online sangat berpotensi menghancurkan masa depan generasi muda, yang seharusnya sedang membangun cita-cita dan karakter mereka,” ujar KH Chriswanto. Akibat judi online, banyak remaja yang terjebak dalam kecanduan, menjauh dari pendidikan, dan kualitas hidup mereka pun terganggu dalam jangka panjang. Bahkan, praktik ini telah memicu kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian, serta meningkatnya angka bunuh diri yang berkaitan dengan masalah finansial akibat judi online.
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme: Bahaya Mentalitas ASN Tanpa Akhlak
Dalam konteks mentalitas ASN yang melindungi judi online, KH Chriswanto menekankan bahwa akhlak adalah kunci utama dalam rekrutmen dan pembinaan aparatur negara. ASN yang tidak berakhlak baik cenderung terlibat dalam praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang merugikan bangsa. Sebaliknya, ASN yang memiliki akhlak mulia akan lebih mementingkan prinsip kejujuran dan keadilan dalam setiap tindakannya.
“ASN yang berakhlak baik tidak akan tergoda untuk berbuat curang hanya demi memperkaya diri sendiri,” jelas KH Chriswanto. Dengan memperhatikan akhlak, pemerintah dapat meminimalisir masalah besar seperti korupsi, yang sering kali merugikan rakyat dan menghambat pembangunan bangsa.
Akhir Kata: Profesionalisme ASN yang Berdasarkan Akhlak
KH Chriswanto juga mengingatkan bahwa profesionalisme ASN bukan hanya dilihat dari kecakapan teknisnya, tetapi juga dari sikap dan karakter yang baik. ASN yang berakhlak mulia dapat menunjukkan empati, rasa peduli terhadap masyarakat yang dilayaninya, serta dapat menyelesaikan permasalahan dengan penuh pengertian dan rasa tanggung jawab.
“ASN yang berakhlak karimah akan disiplin, berkomitmen pada pekerjaannya, dan memiliki tanggung jawab yang tinggi, serta menjadi teladan bagi masyarakat,” pungkas KH Chriswanto. Dengan memperkuat akhlak dalam setiap lini kehidupan, baik di kalangan ASN maupun masyarakat, Indonesia dapat maju dengan landasan moral yang kokoh.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS