Suaraindo.id – Gemuruh pemilihan presiden Indonesia sudah berlalu. Gegap gempita pelantikan dan pembekalan kabinet juga telah usai.
Kinerja Kabinet Merah Putih yang sangat dinantikan masyarakat juga menjadi daya tarik masyarakat. Gerakan pemberantasan koruptor diminggu-minggu awal pemerintahan baru sangat mengesankan masyarakat. Harapan besar bertumpu pada pemerintahan baru, supaya masyarakat lebih sejahtera.
Namun kini muncul lah wacana kenaikan pajak 12% untuk beberapa sektor (baca pelayanan faskes premium, beras premium, daging premium, bbm premium, dan beberapa merek minyak terkenal yang sudah terbiasa dikonsumsi masyarakat luas.
“Maksud pemerintah pastilah baik, akan tetapi dampak kenaikan PPN 12% pasti sangat dirasakan masyarakat, khususnya masyarakat kurang mampu setelah Covid-19 berlalu.
Pertumbuhan perekonomian tidak serta merta secepat kilat meningkat lebih baik, akan tetapi pelan-pelan baru mulai bergerak, sehingga daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya sudah harus menerima beban dengan naiknya ppn tersebut,” ujar Pemerhati dan Akademisi Pariwisata, Dr Damiasih, Senin (23/12/2024).
Menurutnya, pemerintah dalam hal ini memang membutuhkan asupan untuk membangun bangsa, namun harus lebih jeli untuk menaikkan PPN menjadi 12%, mungkin sektor-sektor “berkelas” yang lebih utama diberlakukan kenaikan 12%. Sektor-sektor IT yang berkembang sangat masif, kegiatan impor yang juga semakin pesat dilakukan oleh pengusaha-pengusaha kelas “kakap”, mungkin akan lebih mengena.
“Kenaikan ppn 12% ini tentu sangat berpengaruh pula terhadap pelaku industri pariwisata. Apapun usahanya tentu akan mengalami kenaikan akibat hal tersebut dan akan berimbas terhadap keberlangsungan industri pariwisata,” ungkapnya.
Kekhawatiran tersebut sangat beralasan, karena daya beli masyarakat yang menurun. Ibarat kata untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari akan semakin sulit apalagi untuk berwisata dengan berbagai macam kebutuhannya.
“Kenaikan PPN 11% yang sebelumnya masih sangat berdampak bagi industri jasa wisata, apalagi saat ini diwacanakan kenaikan menjadi 12%. Dampak dari hal ini mungkin masyarakat akan semakin melemah daya juang, daya saing, dan daya beli. Bila ditengok, saat ini sangat banyak bisnis-bisnis wisata yang belum bangkit dari keterpurukan pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu,” tambahnya.
Kini masyarakat dihadapkan pada bayangan jelas akan adanya inflasi, akan adanya kenaikan barang-barang terutama kebutuhan sehari-hari, dan hal ini akan memicu masyarakat semakin merasakan irisan hati untuk bertahan hidup dalam tatanan lebih sejahtera.
“Semoga pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan tersebut, karena bagaimanapun semua akan berdampak kepada masyarakat kurang mampu. Semoga kesenjangan antar masyarakat ataupun jurang tidak semakin dalam, semoga masyarakat dapat menikmati kesejahteraan sesuai cita-cita bangsa saat ini,” pungkasnya.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS