BPN Sosialisasikan Pendaftaran Tanah Ulayat di Ketapang, Perkuat Hak Masyarakat Adat

  • Bagikan
Kantor BPN Ketapang dan kantor wilayah BPN provinsi kalbar saat menggelar sosialisasi. (Suaraindo.id/ADH)

Suaraindo.id – Kantor Pertanahan Kabupaten Ketapang bersama Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Barat menggelar Sosialisasi Pengadministrasian dan Pendaftaran Tanah Ulayat pada Kamis, 14 Agustus 2025. Kegiatan ini menjadi langkah penting dalam memperkuat pengakuan hak-hak Masyarakat Hukum Adat (MHA) sekaligus mencegah potensi konflik pertanahan.

Sosialisasi tersebut dihadiri Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat Adat, Slameto Dwi Martono, Kepala Pusat Penelitian Agraria LPPM Universitas Hasanuddin, Kahar Lahae, Sekretaris Daerah Ketapang, Repalianto, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Heryandi, serta sejumlah pejabat Kanwil BPN Kalbar, Forkopimda Ketapang, perwakilan masyarakat adat, hingga perwakilan perusahaan.

Langkah ini sejalan dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 3 UUPA, yang mengakui dan menghormati keberadaan serta hak-hak masyarakat adat, termasuk tanah ulayat yang masih hidup dan berkembang.

Menurut Slameto, pendaftaran tanah ulayat merupakan upaya formal untuk memberikan kepastian hukum, melindungi hak adat, sekaligus menghindari konflik lahan. “Dengan sertipikat, posisi masyarakat hukum adat akan lebih kuat dalam penyelesaian sengketa, dan nilai budaya mereka tetap terjaga,” ujarnya.

Sejak 2023, Kementerian ATR/BPN bekerja sama dengan Universitas Hasanuddin Makassar melakukan inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat di Kalimantan Barat. Pada 2025, fokus sosialisasi diarahkan ke Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Ketapang.

Sekda Ketapang, Repalianto, menyampaikan dukungan penuh Pemerintah Daerah terhadap program ini. Ia menekankan pentingnya sinergi dengan Forkopimda dalam menerbitkan SK Penetapan Subjek Masyarakat Hukum Adat, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 52 Tahun 2014.

Program ini juga mendukung Pendaftaran Tanah Lengkap (PTL) yang mencakup tiga kategori: tanah negara, tanah hak, dan tanah ulayat. Dengan demikian, hak-hak masyarakat adat tidak hanya diakui secara normatif, tetapi juga dikukuhkan secara administratif dan hukum.

  • Bagikan