SuaraIndo.id – Seorang dosen praktisi bidang hukum agraria di Palembang, AM, kini harus menghadapi persidangan sebagai terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan lahan Tol Betung–Tempino–Jambi.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Palembang Tipikor, Rabu (13/8/2025), AM membacakan nota pembelaan (pleidoi) terhadap Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Nomor 23/PID.SUS-TPK/2025/PN.PLG.
Kepada majelis hakim, AM menegaskan bahwa keterlibatannya hanya sebatas memberikan konsultasi kepada pihak yang berhak atas tanah terdampak proyek tol, sesuai dengan keahlian yang selama ini ia ajarkan di bangku kuliah.
“Tidak sedikitpun tersirat dalam pikiran saya untuk melakukan pemufakatan jahat atau mencari keuntungan.
Semua yang saya lakukan murni untuk menerapkan ilmu yang saya ajarkan,” kata AM di hadapan majelis hakim.
Klaim Mengundurkan Diri dari Kuasa
AM mengungkapkan bahwa dirinya sempat menerima surat kuasa dari Kemas H. Halim, salah satu pihak yang disebut dalam perkara ini.
Namun, ia memilih mengundurkan diri setelah menjalankan tahapan sesuai Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 19 Tahun 2021 karena tidak mendapatkan respons yang memadai dari pihak terkait.
Menurut AM, ia tidak pernah bertemu atau mengenal sejumlah pihak yang disebut dalam dakwaan, dan tidak pernah hadir dalam rapat atau kesepakatan mengenai pengadaan lahan proyek tol tersebut.
Selain memohon keadilan, AM juga menyampaikan dampak psikologis yang ia alami selama proses hukum berlangsung.
Ia menuturkan bahwa pada hari pembacaan tuntutan oleh jaksa, anak laki-lakinya harus menjalani perawatan intensif di ruang ICU.
Kritik terhadap Penegakan Hukum
Pernyataan AM mendapat tanggapan dari Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K MAKI), Feri Kurniawan.
Ia menilai logika hukum yang diterapkan dalam perkara ini patut dipertanyakan.
“Kalau logika hukumnya seperti ini, mengajar dan menerapkan ilmu pun bisa jadi pintu masuk ke kursi terdakwa.
Ada yang aneh. Jangan sampai hukum berubah jadi jebakan tikus yang hanya menjerat orang tanpa kuasa,” ujar Feri.
Ia juga menyoroti lemahnya transparansi dalam proses pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional.
“Kalau bukti lemah, tapi orangnya tetap diproses, itu bukan lagi penegakan hukum, itu penumbangan orang,” kata Feri.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS