Suaraindo.id– Sejak 13 Oktober 2024 lalu, warga yang bermukim di bantaran Sungai Subali, Kecamatan Air Upas, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, dilanda keresahan. Sungai yang selama ini menjadi tumpuan hidup mereka mengalami pencemaran serius hingga merusak lahan pertanian dan sumber air bersih.
Warga menduga kuat pencemaran ini berasal dari aktivitas salahsatu perusahaan tambang bauksit yang beroperasi di wilayah SP 2 Hamparan 4, Site Air Upas.
Hendra Imanuel, salah satu warga terdampak, menegaskan pencemaran masih berlangsung hingga 2 September 2025. Ia kecewa karena perusahaan tak kunjung menanggapi keluhan masyarakat.
“Perusahaan belum juga memberikan respon maupun solusi atas tuntutan kami,” tegas Hendra, Rabu (3/8/2025).
Mediasi Gagal, Warga Portal Jalan
Sebelumnya, mediasi di Polsub Sektor Air Upas pada 27 Februari 2025 gagal mencapai kesepakatan. Tanpa persetujuan 11 warga terdampak, perusahaan justru mengirimkan surat pernyataan sepihak mengenai kompensasi.
“Kami kecewa, keputusan diambil tanpa konfirmasi. Karena itu, kami melakukan aksi pemortalan sebagai bentuk protes,” ujar Hendra.
Sungai Subali Tak Layak Konsumsi
Pencemaran membuat Sungai Subali tak lagi bisa diandalkan. Warga bahkan takut sekadar mandi karena berisiko terkena penyakit kulit.
“Untuk konsumsi jelas tidak layak. Kami minta DLH jangan tutup mata. Jangan sampai pencemaran dianggap sepele, padahal kuat dugaan berasal dari aktivitas tambang bauksit,” ujarnya.
Hendra mendesak Bupati Ketapang, Alexander Wilyo, serta Dinas Perkim Lingkungan Hidup (Perkim LH) Ketapang menegakkan aturan AMDAL dan SOP perusahaan.
Dugaan Kejanggalan
Menurut warga, hingga kini tak ada undangan resmi dari perusahaan maupun LH untuk mediasi ulang. Mereka juga menuding adanya kejanggalan dalam pengambilan sampel limbah pada 21 Mei 2025.
Kabid Lingkungan Hidup DLH Ketapang, Yamani, saat dikonfirmasi membenarkan bahwa hasil uji laboratorium atas sampel tersebut memang belum keluar.
Sorotan Aktivis
Kasus ini turut mendapat sorotan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Mereka menegaskan perusahaan tambang bauksit itu punya rekam jejak panjang merusak lingkungan di berbagai daerah, mulai dari Kalimantan hingga Raja Ampat.
“Meraka (perusahaan) berulang kali abai terhadap lingkungan. Investigasi kami menunjukkan daya rusak luar biasa. Perusahaan seperti ini sudah sepatutnya diusir dari wilayah yang mereka eksploitasi,” tegas Jatam.
Desakan ke Pemerintah
Masyarakat Air Upas berharap pemerintah daerah bertindak cepat dan tidak berpihak pada perusahaan. Mereka menuntut perusahaan bertanggung jawab penuh, memberi kompensasi layak, dan melakukan pemulihan lingkungan sesuai standar.
Hingga berita ini diturunkan, pihak perusahaan belum memberikan keterangan resmi kepada media ini.