Suaraindo.id – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) di bawah kepemimpinan Menteri Nusron Wahid mencatat capaian signifikan dalam penanganan konflik pertanahan selama satu tahun terakhir. Melalui langkah cepat dan kolaboratif lintas lembaga, potensi kerugian negara dan masyarakat senilai Rp9,67 triliun berhasil dicegah dari penyelesaian berbagai sengketa, konflik, dan perkara pertanahan di seluruh Indonesia.
“Penyelesaian konflik pertanahan bukan hanya soal kepastian hukum, tapi juga penyelamatan aset negara dan perlindungan hak masyarakat. Tanah harus menjadi sumber kesejahteraan, bukan sumber masalah,” ujar Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Sepanjang periode Oktober 2024 hingga Oktober 2025, Kementerian ATR/BPN menerima sebanyak 6.015 kasus pertanahan. Dari jumlah tersebut, 3.019 kasus atau 50,02% telah berhasil diselesaikan melalui mediasi, verifikasi data, serta koordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) dan pemerintah daerah (Pemda). Sementara 3.006 kasus lainnya masih dalam proses penanganan melalui mekanisme non-litigasi dan program Reforma Agraria.
“Penyelesaian kami dorong lebih cepat dan berkeadilan, agar masyarakat mendapatkan kepastian hak tanpa harus menempuh jalur panjang di pengadilan,” jelas Menteri Nusron.
Dari penyelesaian tersebut, total 13.075,94 hektare tanah berhasil diselamatkan dari penguasaan tidak sah, tumpang tindih hak, maupun potensi penyalahgunaan aset. Nilai kerugian yang berhasil dicegah mencapai Rp9,67 triliun, yang terdiri atas:
-
Rp6,72 triliun kerugian nyata yang berhasil dihentikan (real loss),
-
Rp1,67 triliun potensi kerugian akibat sengketa (potential loss), dan
-
Rp1,27 triliun potensi kehilangan penerimaan negara (fiscal loss).
Menurut Menteri Nusron, capaian tersebut menegaskan fungsi strategis Kementerian ATR/BPN sebagai penjaga aset negara dan pelindung hak masyarakat. “Setiap konflik tanah yang berhasil diselesaikan berarti ada uang negara yang terselamatkan, ada keluarga masyarakat yang haknya dipulihkan, dan ada keadilan yang ditegakkan,” ujarnya.
Ia menambahkan, penanganan konflik di masa kepemimpinannya tidak hanya berfokus pada penyelesaian, tetapi juga pada pencegahan konflik pertanahan secara sistemik dan berkelanjutan. Langkah-langkah yang dilakukan mencakup pemetaan digital, perbaikan data spasial, peningkatan transparansi pelayanan, serta penguatan koordinasi dengan Kejaksaan Agung, Polri, dan Komisi II DPR RI.
“Era baru penanganan konflik pertanahan harus kolaboratif dan berbasis data. Dengan sistem digital dan tata kelola yang terbuka, potensi konflik bisa dicegah sebelum terjadi,” ungkap Menteri Nusron.
Lebih lanjut, Menteri Nusron menegaskan bahwa penyelesaian konflik pertanahan merupakan bagian integral dari agenda besar Reforma Agraria, yang menempatkan rakyat sebagai penerima manfaat utama.
“Visi kami jelas, tanah tidak boleh lagi menjadi sumber sengketa, tapi menjadi sumber keadilan dan kesejahteraan. Itulah makna sebenarnya dari kehadiran negara di bidang agraria,” pungkasnya.













