SUARAINDO.ID ——- Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur menargetkan seluruh sekolah tingkat SMP, SMA, dan SMK, bisa berstatus Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) pada awal tahun 2026 mendatang.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lombok Timur, H. Ahmad, mengatakan langkah tersebut merupakan tindak lanjut dari prestasi yang diraih daerah tersebut, setelah SMPN 1 Masbagik Lombok Timur berhasil meraih juara pertama tingkat regional dalam ajang Sekolah Siaga Kependudukan.
“Kita tindak lanjuti dari capaian kemarin. SMPN 1 Masbagik berhasil menjadi juara satu regional. Sekarang kita memanggil lagi sembilan sekolah untuk menjadi sekolah siaga kependudukan,” ujar H. Ahmat pada wartawan, Jumat 10 Oktober 2025.
Program SSK merupakan bagian dari strategi jangka panjang dalam menyiapkan generasi emas Indonesia 2045.
Melalui program tersebut, para guru akan dilatih sebagai “guru siaga kependudukan” yang bertugas memberikan edukasi kepada siswa tentang pentingnya memahami isu-isu kependudukan sejak dini.
Di sekolah siaga kependudukan ini bukan hanya berbicara tentang jumlah penduduk, tapi juga bagaimana mengedukasi anak-anak agar tidak putus sekolah, tidak menikah dini, dan memiliki kesadaran terhadap dinamika kependudukan di lingkungannya.
Program ini juga bertujuan agar peserta didik memahami sejak awal kondisi pertumbuhan penduduk baik di tingkat lokal, nasional, hingga global.
Diharapkan, dengan pemahaman tersebut, siswa memiliki kepedulian terhadap tantangan yang ditimbulkan oleh kepadatan penduduk.
Hingga saat ini, dari sekitar 200 sekolah tingkat menengah di Kabupaten Lombok Timur, baru 10 sekolah yang telah berstatus Sekolah Siaga Kependudukan.
Pemerintah daerah menargetkan seluruh sekolah dapat dideklarasikan sebagai SSK paling lambat pada awal 2026.
“Kita targetkan pada awal tahun 2026 seluruh sekolah sudah bisa kita deklarasikan menjadi Sekolah Siaga Kependudukan,” tegas H. Ahmat.
Ahmat juga menekankan pentingnya kesiapan generasi muda menghadapi bonus demografi, agar tidak menjadi beban bagi keluarga maupun negara di masa depan.
“Bonus demografi harus menjadi peluang, bukan beban.
Karena kalau tidak disiapkan, ketika nanti sudah lansia bisa jadi beban keluarga dan negara.
”Itu yang kita antisipasi melalui pendidikan sejak dini di sekolah,” pungkasnya.