Mengenal M Togar Rayditya, Perwakilan KADIN Indonesia dalam Pelatihan Advokasi Kebijakan di NUS Singapura

  • Bagikan
Peserta Policy Advocacy Training Programme, Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore (LKYSPP-NUS). (Suara indo.Id/Dok Ist)

SuaraIndo.Id — M Togar Rayditya menjadi delegasi / perwakilan dari KADIN Indonesia Institute (KII) bersama Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) menggandeng Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore (LKYSPP-NUS) dalam penyelenggaraan pelatihan eksekutif mengenai advokasi kebijakan bertajuk Policy Advocacy Training, yang berlangsung di bulan September 2025.

Program ini merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman antara KII dan PYC yang ditandatangani pada Juli lalu, dengan dukungan dari Dato’ Dr. Low Tuck Kwong (Presiden Direktur Bayan Resources).

Dalam kelasnya, togar ikut membahas solusi yang dibahas terkait peningkatan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia, program makanan gratis dengan nutrisi yang mampu meningkatkan perkembangan otak, perbaikan sistem pendidikan seperti di Singapura (Guru dari 30% lulusan terbaik), perbaikan kurikulum, gaji guru, lingkungan belajar yang produktif, hingga model bisnis universitas swasta yang menekankan berkelanjutan dan mendorong penempatan kerja.

Bagaimana hal yang dikutip dan diambil Togar dalam pembelajaran di kelas terkait filosofi The Foundation For Economic Freedom, yakni “Public advocacy organization dedicated to advancing the cause of economic and political liberty, good governance, secure and well defined property rights, market-oriented reforms and consumer welfare.”

“Kebijakan juga harus selaras dengan kebutuhan masyarakat, bukan hanya menguntungkan satu kelompok atau industri saja. Jika tidak, dampaknya bisa memicu protes besar, seperti yang terjadi di Indonesia, Nepal, dan Perancis.” pada waktu baru-baru ini.

Sebanyak 60 pimpinan dan perwakilan Kadin dari berbagai provinsi dan sektor usaha mengikuti pelatihan ini, baik secara luring maupun daring. Peserta dibekali keterampilan lanjutan dalam advokasi kebijakan, kepemimpinan strategis, serta kolaborasi regional di tingkat ASEAN.

Kegiatan ini turut dihadiri oleh Duta Besar RI untuk Singapura Suryo Pratomo; Dato’ Dr. Low Tuck Kwong; Elaine Low dan Alexander Ery Wibowo dari PT Bayan Resources Tbk; Dr. Purnomo Yusgiantoro dan Dr. Filda Citra Yusgiantoro dari PYC; serta Wakil Ketua Umum Koordinator Kadin Indonesia, Erwin Aksa.

Dalam pelatihan tersebut, peserta mempelajari tujuh kerangka advokasi kebijakan dan menerapkannya dalam kerja kelompok yang membahas isu-isu prioritas, seperti “Transformasi Digital, Penguatan UMKM, Keberlanjutan, Ketahanan Energi Dan Pangan, Perdagangan, Serta Investasi.”

“KADIN Indonesia hadir sebagai mitra strategis pemerintah, bukan sekadar penonton. Pelatihan ini memperkuat anggota kami untuk memperluas pengaruh, membangun jejaring global, dan mendorong pertumbuhan berkelanjutan,” Ini sebagai langkah strategis untuk memperkuat peran Kadin Indonesia dalam pembangunan nasional.

Executive Education on Public Policy, M Togar Rayditya, menambahkan dan merangkum beberapa poin utama yang dibahas, antara lain : Monopoli alamiah yang terjadi pada barang/jasa, reformasi kebijakan di Filipina, Peluang dan Potensi Pasar Karbon di Indonesia yang dibutuhkan oleh Singapura, Tantangan Oligarki seperti di Filipina, Pendekatan Reformasi Kebijakan, Perbedaan Situasi Politik dalam Partai Politik dan Gerakan Massa, hingga Tantangan Startup di Indonesia terkait regulasi terstruktur.

Togar menambahkan telah mempelajari mendalam terkait advokasi kebijakan dalam “Digitalisasi Perdagangan Komoditas” yakni membahas masalah yang dihadapi petani yang mendapat perlakuan yang tidak adil dalam merespon harga pasar hingga keterjangkauan pembeli melalui perantara/tengkulak yang sering memanfaatkan asimetri informasi kepada petani dalam memutus rantai siklus dagang yang adil.

Petani harus merasakan dengan kehadiran platform harga komoditas pemerintah dari BPS, Kementerian Perdagangan, bahkan Badan Pangan Nasional yang sering bermasalah terkait tidak akuratnya harga dan tidak ada informasi terbaru.

Bahkan data yang dimasukkan dalam platform itu seringkali berbeda sangat jauh dari harga kenyataan di lapangan.

Solusi yang dhadirkan, perlunya membuat platform indek harga terpadu dan transparan terhadap petani dengan digitalisasi teknologi yang dapat dipahami dari berbagai kalangan usia, lalu mewajibkan pelaporan transaksi dengan metode “Carrot and Stick” dan terakhir, dapat memberikan Insentif bagi petani yang melaporkan adanya ketidakadilan dengan memberikan subsidi pupuk ataupun bibit sebagai rangka mendukung ketahanan pangan yang adil dan merata sekaligus pendukung semangat memberantas ketidakadilan di dunia pertanian.

Togar juga menambahkan materi yang dibahas dalam Digitalisasi Perdagangan Komoditas, yakni “Pilot Program Portofolio Harga Komoditas Nasional” (Approved a national commodity price portfolio pilot).

Pilot program ini bertujuan untuk :

1. Mengatasi masalah harga komoditas yang tidak transparan, terfragmentasi, dan yang tidak dapat dilacak.

2.Menerapkan pelaporan wajib (mandatoryreporting) untuk transaksikomoditas

3. Memberikan insentif bagi petani yang melaporkan data dan kolaborasi dengan Kementerian teknis terkait

4. Menciptakan portal terpadu untuk informasi harga dan transparansi harga komoditas dapat membantu mengendalikan Inflasi dan mendukung program ketahanan pangan dari pemerintah.

Menurut pandangan togar, pilot program ini akan berpeluang besar yakni dapat dimulai dari komoditas dasar seperti beras dan tanaman perkebunan lainnya, seperti rempah-rempah yang merupakan produk ekspor penting Indonesia, yang bertujuan akhirnya adalah menciptakan harga yang lebh adil, Pengendalian inflasi yang lebih baik, hingga meningkatkan daya saing ekspor yang sehat.

Manfaat petani dalam pelaporan juga berhubungan dengan sistem pelaporan wajib dengan Insentif memungkinkan petani dan usaha kecil mendapatkan keuntungan seperti akses ke pupuk bersubsidi atau bibit berkualitas, sesuai dengan volume transaksi mereka.

KADIN Indonesia sebagai fasilitator kebijakan haruslah memposisikan sebagai penampung kebijakan atau pengusaha untuk menampilkan metode percontohan dan pelaku investasi. Kebijakan-kebijakan juga dapat mencakup pembiayaan melalui pinjaman dan jaminan, penegakan standar pasca panen, dan pelatihan ukm, petani, dan mitra pengadaan.

Senada dengan itu, Duta Besar Suryo Pratomo menilai penguatan kapasitas advokasi akan meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan.

“Dengan membekali pemimpin Kadin dengan keterampilan advokasi kelas dunia, kita memperkuat daya saing Indonesia sekaligus memperdalam kerja sama regional ASEAN,” ujarnya.

Lanjut Ketua PYC, Filda Citra Yusgiantoro, menambahkan bahwa pelatihan ini bertujuan membentuk pemimpin yang mampu menyuarakan aspirasi dan memimpin perubahan.

“Setiap pemimpin yang dilatih di sini akan kembali dengan kesiapan untuk mengabdi, menyuarakan aspirasi, dan memimpin perubahan—menghubungkan visi dengan dampak nyata,” ujar Filda.

Sementara itu, Vice Dean & Executive Director Institute of Governance and Leadership, Ong Toon Hui, menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah dan dunia usaha.

“Di tengah dinamika global dan perubahan aturan perdagangan, kolaborasi erat antara pemerintah dan dunia usaha sangat penting. Advokasi kebijakan yang efektif menjadi kunci pertumbuhan berkelanjutan dan kesejahteraan,” tuturnya.

Program ini menjadi tonggak awal kerja sama KII dan PYC dalam menyiapkan generasi pemimpin Indonesia yang adaptif, terkoneksi secara global, dan siap mendorong perubahan berbasis pengetahuan.

Kegiatan yang akan baik dan berkelanjutan ini semoga dapat bermanfaat bagi masyarakat dan kebijakan publik yang berkadilan dan inklusif. ***

  • Bagikan