Suaraindo.id – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menekankan bahwa dampak negatif dari Bisphenol A (BPA), bahan kimia yang umum digunakan dalam wadah makanan, bukan sekadar isu bisnis, melainkan ancaman serius bagi kesehatan manusia. Pernyataan ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PB IDI, dr. Ulul Albab, SpOG, dalam keterangan resminya yang dikutip dari ANTARA, Selasa, 5 November 2024.
Dr. Ulul Albab menegaskan, “Ketika kita mengatakan BPA bermasalah, memang itulah faktanya. Semua negara, bukan hanya Indonesia, menyampaikan hal itu.” Dalam acara bincang-bincang yang diadakan di Jakarta pada 30 Oktober, ia menekankan bahwa isu BPA tidak seharusnya dikaitkan dengan kepentingan bisnis. Ia mengingatkan bahwa pemahaman baru mengenai bahaya BPA tidak boleh disalahartikan, mirip dengan bagaimana isu COVID-19 pernah dibelokkan.
“Dulu ketika COVID-19 dan banyak yang meninggal, isu tersebut dibelokkan menjadi berbagai macam teori. Permasalahan baru yang dianggap mengganggu kestabilan seringkali akan berhadapan dengan upaya pembelokan seperti itu,” ujarnya.
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan regulasi mengenai pelabelan peringatan akan bahaya BPA pada galon kemasan polikarbonat. Namun, BPOM belum mengeluarkan larangan penuh terhadap penggunaan BPA. “Karena sifatnya sebagai hormonal disrupter, BPA dapat mempengaruhi berbagai aspek kesehatan, baik pada laki-laki maupun perempuan. Bahkan, BPA dapat menyebabkan infertilitas,” jelas Ulul.
PB IDI mendukung regulasi yang ada sebagai langkah edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya tidak hanya memperhatikan jenis makanan, tetapi juga cara makanan tersebut dikemas. “Kewajiban kita adalah memberikan informasi yang akurat. Jika ada bahaya, kita harus mengatakannya tanpa ditutupi,” tegasnya.
Prof. Dr. Mochamad Chalid, SSi, MSc.Eng, seorang pakar polimer dari Universitas Indonesia, menambahkan bahwa proses distribusi dan perlakuan terhadap kemasan polikarbonat sangat mempengaruhi pencemaran senyawa BPA ke dalam produk air minum. Ia menjelaskan, “Ibaratnya, polimer seperti untaian kalung. Jika satu mata rantai dari kalung tersebut copot, maka akan menimbulkan masalah.”
Chalid juga menjelaskan beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko peluruhan BPA (leaching) dari kemasan polikarbonat ke dalam air minum, seperti paparan sinar matahari, suhu tinggi, dan proses pencucian yang tidak tepat.
Dengan penekanan ini, PB IDI berkomitmen untuk terus mengedukasi masyarakat mengenai bahaya BPA dan pentingnya memilih kemasan yang aman untuk kesehatan.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS