HGB di Atas Laut Sidoarjo: Menteri ATR/BPN Ungkap Temuan Sertipikat di Desa Segoro Tambak

  • Bagikan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid. SUARAINDO.ID/SK

Suaraindo.id – Polemik penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) kembali mencuat, kali ini ditemukan kasus unik di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkap adanya tiga sertipikat HGB yang berada di atas permukaan laut di Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati. Penemuan ini menambah daftar panjang persoalan administrasi pertanahan di Indonesia.

“Dulu awalnya itu berupa tambak, ini kemudian saya cocokkan dengan peta before dan after, ternyata (setelahnya) berupa laut,” ujar Menteri Nusron kepada awak media sebelum Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada Rabu (22/01/2025).

Menurut Nusron, ketiga bidang tanah tersebut memiliki total luas 656,85 hektare. Rinciannya, 285,16 hektare diterbitkan pada 2 Agustus 1996, 219,31 hektare pada 26 Oktober 1999, dan 152,36 hektare pada 15 Agustus 1996. Namun, abrasi yang terjadi selama bertahun-tahun telah mengubah area tambak tersebut menjadi laut.

Menteri Nusron menyatakan bahwa sertipikat tersebut diterbitkan secara legal pada saat tambak masih ada. Namun, perubahan alam yang mengakibatkan area tersebut menjadi laut menimbulkan tantangan baru dalam pengelolaan pertanahan. Nusron menegaskan pihaknya sedang mempersiapkan langkah-langkah strategis untuk menyikapi kasus ini.

“Kalau kondisi begitu ini kan ada dua skenario. Skenario pertama, Bulan Februari dan Agustus tahun depan kan HGB-nya habis, itu tidak kita perpanjang. Atau berdasarkan Undang-undang juga memperbolehkan karena itu tanahnya sudah tidak ada karena ada abrasi jadi laut maka masuk kategori tanah musnah, bisa langsung kita batalkan,” jelas Nusron.

Kasus HGB di atas laut ini menunjukkan kompleksitas administrasi pertanahan di Indonesia, terutama dalam menghadapi perubahan kondisi alam seperti abrasi. Menteri Nusron juga menekankan pentingnya peningkatan koordinasi lintas sektor untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.

“Kami akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan pihak terkait untuk memastikan regulasi pertanahan lebih adaptif terhadap kondisi alam. Perubahan alam seperti abrasi harus menjadi perhatian utama dalam kebijakan pertanahan ke depan,” tambah Nusron.

Penemuan ini diharapkan menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem administrasi pertanahan yang lebih transparan dan akurat. Publik juga menanti langkah konkret dari Kementerian ATR/BPN dalam menangani kasus ini.\

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  • Bagikan