Bedah Buku Cahaya Fajar dari Balik Gunung Mbaham: Menelusuri Kepemimpinan Ali Baham Temongmere

  • Bagikan
Oplus_131072

suaraindo.id – P3ISIP Indonesia bekerja sama dengan Pewarna Indonesia, serta didukung oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat, menggelar acara bedah buku Cahaya Fajar dari Balik Gunung Mbaham pada Kamis (27/3) di Hotel Redtop, Jakarta.

Acara ini dipandu oleh Elly Wati Simatupang, pengurus pusat Pewarna Indonesia, dan menghadirkan berbagai tokoh nasional serta akademisi yang membahas perjalanan kepemimpinan Sekretaris Daerah Papua Barat, Ali Baham Temongmere (ABT).

Buku yang disunting oleh Dwi Urip Premono, Wolas Krenak, dan Yusuf Mujiono ini mengulas perjalanan hidup dan kepemimpinan ABT, yang tidak terlepas dari warisan sejarah keluarganya. Sejak generasi sebelumnya, keluarganya telah menunjukkan kepemimpinan dan perjuangan bagi Papua.

Kakeknya tercatat dalam laporan Ratu Belanda kepada Parlemen Belanda sebagai pemimpin perlawanan terhadap kolonialisme, sementara ayahnya, Ahmad Temongmere, merupakan relawan dalam operasi Trikora untuk pembebasan Irian Barat.

Dalam sambutannya, Ali Baham Temongmere mengungkapkan bahwa ia tidak menulis buku ini sendiri, tetapi memberikan arahan kepada para penulis untuk menelusuri jejaknya.

“Suatu waktu dalam acara di Kementerian Dalam Negeri, seseorang menyebut saya sebagai mutiara terpendam. Saya bilang, karena saya bukan berasal dari laut, lebih tepat jika saya dari balik Gunung Mbaham. Maka jadilah judul buku ini,” ujar ABT.

Ia menambahkan bahwa buku ini menggambarkan perjalanan panjangnya dalam pengabdian kepada masyarakat. “Mbaham itu adalah keluarga semua orang Fakfak. Buku ini bisa dikatakan sebagai The Talk Story tentang perjalanan saya,” katanya.

Acara peluncuran dan bedah buku ini dibuka oleh Kepala Badan Pengkajian Strategis Kementerian Dalam Negeri, Yusharto Huntoyungo, yang juga merupakan sahabat lama Ali Baham Temongmere.

“Dari Kemendagri, kami memberikan penghargaan setinggi-tingginya bagi kader pamongpraja yang menghasilkan literasi kepemimpinan yang bernilai dan dapat menjadi referensi ke depan,” ujar Yusharto.

Ia menekankan bahwa banyak pemimpin hebat berasal dari Indonesia Timur, termasuk ABT. “Saya sudah mengenal beliau sejak 1989. Kami bersahabat sejak lama, bahkan sejak beliau masih menjadi camat, dan persahabatan ini akan terus berlanjut. Saking dekatnya, kami bahkan pernah bertukar jam tangan. Sekali lagi, selamat atas terbitnya buku ini,” ujarnya.

Sesi bedah buku dipandu oleh wartawan senior Kukuh Sanyoto dan Dwi Urip Pramono, dengan menghadirkan narasumber Dr. Marlina Flassy, S.Sos, M.Hum., Ph.D, serta Wolas Krenak.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cendrawasih, Dr. Marlina Flassy, menjelaskan bahwa buku setebal 290 halaman ini terbagi dalam tiga bagian utama: bagian pertama berisi pandangan para tokoh dan kolega tentang ABT, bagian kedua menceritakan perjalanan hidupnya, dan bagian terakhir membahas pemikirannya mengenai Papua serta tantangan ke depan.

“Saya sangat bangga dengan bagian akhir buku ini yang memuat strategi pembangunan Papua. Pak ABT ini memang layak disebut sebagai cahaya, karena ia menerangi seluruh daratan Papua,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa kepemimpinan ABT tidak hanya lahir dari garis keturunan, tetapi juga dari kerja keras dan disiplin. “Beliau berasal dari keluarga pemimpin, tapi lebih dari itu, beliau juga seorang pekerja keras, disiplin, dan selalu berprestasi di sekolah. Semua itu menjadi modal utama kesuksesannya sebagai pemimpin,” tambahnya.

Menurut Marlina, inti dari buku ini adalah bahwa membangun Papua harus dilakukan dengan hati. “Membangun dengan hati berarti memperhatikan budaya, alam, serta sumber daya manusianya. Buku ini bukan hanya referensi bagi IPDN, tetapi juga bagi Universitas Cendana dan seluruh Indonesia. Kepemimpinannya tidak hanya dibutuhkan di Papua, tetapi juga di tingkat nasional,” tandasnya.

Sementara itu, Wolas Krenak menuturkan bahwa dalam proses penyusunan buku ini, ia berusaha menggali kisah-kisah menarik dari berbagai narasumber yang memiliki pengalaman langsung dengan ABT.

“Pak ABT selalu menekankan pentingnya persaudaraan yang kuat. Ini adalah nilai yang bisa menjadi teladan bagi para pamongpraja masa depan,” katanya.

Ia juga menyarankan agar buku ini diterbitkan dalam bahasa Inggris agar dunia bisa mengenal kepemimpinan ABT yang berakar dari bawah. “Saat ini tidak banyak buku kepemimpinan yang bisa menjadi referensi. Buku ini bisa menjadi contoh nyata bagaimana membangun spirit kepemimpinan yang baik,” pungkasnya.

Acara ini turut dihadiri oleh berbagai tokoh asal Papua dan Jakarta, antara lain Bernhard E. Rondonuwu dari Kemendagri, Amin dari DPRD Papua Barat, Jafar Ngabalin, Fajar Arif, serta sejumlah pejabat lainnya.

Sebagai bagian dari acara, menjelang berbuka puasa, para peserta mendapatkan tausiah (kultum), yang kemudian dilanjutkan dengan berbuka puasa bersama.

Bedah buku Cahaya Fajar dari Balik Gunung Mbaham menjadi momentum penting untuk menggali lebih dalam kepemimpinan Ali Baham Temongmere, yang lahir dari kombinasi sejarah keluarga, kerja keras, dan dedikasi terhadap masyarakat Papua Barat. Buku ini diharapkan dapat menjadi referensi kepemimpinan tidak hanya bagi Papua, tetapi juga bagi Indonesia secara keseluruhan.

 

  • Bagikan