SuaraIndo.Id – Kasus dugaan penipuan yang menyeret mantan anggota DPRD Provinsi Sumatera Selatan sekaligus ketua salah satu Partai Politik di OKU Timur berinsial AS bersama SBS, laporannya terus bergulir.
Sedikitnya empat laporan resmi terkait kasus tersebut telah masuk ke Polda Sumsel dan Polres OKU Timur dengan total kerugian hingga miliaran rupiah lebih.
Kuasa hukum para korban dari SHS Law Firm, Septiani, SH mengungkapkan, bahwa tiga dari empat laporan di Polda Sumsel terkait dugaan penipuan bisnis beras senilai Rp 900 juta.
“Ini bukan sekadar tuduhan. Bukti transaksi, pengiriman barang, hingga percakapan yang menunjukkan adanya niat mengelabui sudah kami serahkan ke penyidik. Bahkan, Rabu (13/8/2025) kemarin, korban dan saksi sudah diperiksa,” tegas Septiani dalam rilisnya, pada Kamis (14/8/2025).
Menurut Septiani, bahwa proses di Polda berjalan sesuai prosedur, meski pihaknya tetap akan mengawal agar proses hukum kasus ini tidak mandek dan jalan di tempat saja.
“Kami percaya Polda Sumsel mampu bersikap profesional. Namun, kasus sebesar ini harus diproses secara serius, apalagi pelapor bukan satu atau dua orang, melainkan sudah banyak korban,” ujarnya.
Berbeda dengan kasus di Polda, laporan yang diajukan ke Polres OKU Timur atas nama pengusaha Heriyanto memiliki nilai kerugian yang jauh lebih besar, yakni sekitar Rp 1,8 miliar lebih. Kasus ini menjadi perhatian khusus karena nilai kerugiannya sendiri sudah melebihi gabungan tiga laporan di Polda.
Tim kuasa hukum yang terdiri dari Septiani, S.H.; Muhamad Khoiry Lizani, S.H.; Sri Agria Sekar Retno, S.H.; dan Sandi Kurniawan, S.H., telah bertemu Kanit Pidum Satreskrim Polres OKU Timur, AKP Sudono, Kamis (14/8/2025), untuk mengonfirmasi perkembangan penyelidikan dan memastikan arah penanganan kasus.
Dalam rilisnya, tim kuasa hukum menerangkan jika dalam pertemuan itu, Kanit Pidum menyampaikan pandangan awal perkara tersebut merupakan ranah perdata dan bukan pidana.
Pandangan tersebut langsung mendapatkan bantahan keras dari seluruh anggota tim kuasa hukum korban.
Menurut Muhamad Khoiry Lizani, S.H, jika dilihat dari konstruksi hukumnya, kasus ini jauh dari sengketa kontrak biasa.
“Bukti yang ada menunjukkan pola yang sama: membangun kepercayaan lewat pembayaran awal, lalu berhenti membayar ketika barang dalam jumlah besar dikirim.
Bahkan sampai menyerahkan cek kosong yang tidak bisa dicairkan. Dalam hukum pidana, ini masuk unsur penipuan Pasal 378 KUHP dan penggelapan Pasal 372 KUHP,” tegas Khoiry.
Khoiry menambahkan, alasan menggeser perkara ini ke ranah perdata kerap digunakan sebagai tameng oleh pelaku penipuan untuk menghindari jerat hukum pidana.
“Kami tidak akan membiarkan narasi ini berkembang. Kalau bukti niat jahat sudah ada sejak awal transaksi, ini jelas bukan perdata,” ujarnya.
Senada dikatakan Sri Agria Sekar Retno, S.H. Dia mengungkapkan, aspek kerugian yang dialami korban bukan hanya kerugian materil yang jumlahnya besar, bahkan kerugian imateril merusak mentalitas kliennya.
Dia mengingatkan, seiring munculnya lima laporan resmi ini, desakan publik terhadap penegakan hukum semakin kuat.
Banyak pihak menilai bahwa jika aparat gagal memproses kasus ini secara pidana, kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum akan kembali terkikis.
Hingga berita ini diturunkan, proses penyelidikan di Polda Sumsel dan Polres OKU Timur masih berjalan.
Kuasa hukum korban, Sri Agria menerangkan tim kuasa hukum telah menyiapkan berkas tambahan untuk memperkuat laporan, termasuk bukti aliran uang, kwitansi, rekaman percakapan, dan dokumen pengiriman barang
“Kami tidak ingin kasus ini berlarut-larut. Semua bukti sudah jelas, tinggal kemauan aparat untuk memprosesnya,” tegas Sri Agria.