![]() |
Saul We Tanya |
Saul We Tanya,seorang tokoh masyarakat dan tokoh politik di NTT berasal dari Pulau Sabu-Kabupaten Sabu-Raijua, lahir di Sabu Timur tahun 1880, dia anak kedua dari Fetor Sabu Timur Thomas Tanya (Ama Lonie Tanya) dengan istrinya Edo Haudima. Kakak perempuannya bernama Lonie Tanya (menikah dengan Raja Sabu Paul Ch. Djawa dan tidak memiliki turunan).
Masa kecil dari Saul We Tanya dihabiskan di kampung Djerada Sabu Timur tempat dimana orang tuanya tinggal, dia hidup dalam lingkungan ningrat dan terhormat mengingat baik opa maupun ayahnya adalah Fetor di Sabu Timur . Tidak banyak cerita tentang S.W.Tanya pada masa-masa kecilnya, beranjak dewasa dia menikah dengan Yohana Hidelilo di Sabu, dan pada tahun 1921 S.W.Tanya dipilih dan diangkat sebagai Ketua Organisasi Pergerakkan Sosial Politik di Timor yang namanya Timorsch Verbond cabang Sabu Raijua.
Timorsch Verbond adalah Organisasi Pergerakkan Sosial dan Politik untuk Kemerdekaan yang diperdirikan di Makassar oleh dua orang tokoh Politik asal Rote masing-masing D.S.Pella (seorang guru) dan J.W.Amalo (seorang Klasi Kapal anak raja Rote-Tengah). Timorsch Verbond tujuan awal pendiriannya adalah untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat di pulau Timor, Rote dan Sabu, anggota2nya didominasi oleh orang Rote dan Sabu.
Kemudian kedudukan pimpinan pusat Timorsch Verbond sempat dipindahkan dari Makassar ke Surabaya dibawah pimpinan J.W.Amalo dan J.J.Baker, namun setelah itu pada tahun 1932 pusat organisasi Timorsch Verbond dipindahkan kembali ke Makassar dan dipimpin oleh E.R.Herewila. Timorsch Verbond semakin berkembang dan mempunyai cabang dipelbagai tempat di NTT. Pada tahun 1934 keluarlah Undang-Undang Pemerintah Hindia Belanda “Vergader Verbond” (larangan berapat) yang melumpuhkan seluruh kegiatan politik di kota maupun di desa-desa, Timorsche Verbond tetap bergerak dengan cabang-cabangnya dalam suasana antara mati dan hidup, namun perlahan-lahan meredup kemudian lumpuh total.
Timorche Verbond pada tahun 1934/1935 redup karena berfusi dengan Partai Indonesia Raya (PARINDRA) pimpinan Dr Soetomo di Surabaya. Fusi dilakukan oleh Timorche Verbond cabang Surabaya yang waktu itu diketuai oleh St. nDoen, (setelah kemerdekaan St.nDoen menjadi Kepala Daerah Timor dan Pulau-pulaunya yang kedua menggantikan Jaap Amalo).
Class Action hukum melawan Penjajah (1923)
Ada kejadian penting (1923) yang melambungkan nama Timorsch Verbond, yaitu ketika Controleur Dannenberger di Karuni (Sumba) dan Gazeghebber Israil di Sabu diseret ke hadapan pengadilan Justisi di Makassar, karena dituduh menganiaya ratusan rakyat di Sumba dan di Pulau Sabu.
Kekejaman perbuatan kedua Pamongpraja Kolonial tersebut dibongkar oleh keberanian yang tak terhingga dari Ketua Cabang Timorsche Verbond di Sumba C. Piry dan Ketua Cabang Timorsche Verbond di Sabu Saul.W. Tanya (dengan mendapat dukungan dari Ketua Pusat Timorsche Verbond J.S.Amalo). Kedua pamongpraja kolonial itu oleh pengadilan justisi Makassar dijatuhi hukuman: dipecat dari jabatan sebagai Controleur. Kejadian ini merupakan suatu “kejadian yang luar biasa”, di mana penguasa yang menindas rakyat kecil yang dijajah, dihukum oleh pengadilan si penjajah itu sendiri! Kejadian heroik terjadi 5 tahun mendahului kejadian “Soempah Pemoeda” tanggal 28 Oktober 1928.
“…… Controleur Dannenberger of Karuni, Sumba was accused by the local Timorsch Verbond branch head, C. Piry, of ‘maltreating’ hundreds of local residents. Similar accusations were made against Gezaghebber Israil of Sabu by Verbond branch head S.W.Tanya. Both officials were sent for trial to Makassar, were found guilty and removed from their positions……
(Tercantum dalam tulisan FROM ‘TIMOR KOEPANG’ TO ‘TIMOR NTT’:
A POLITICAL HISTORY OF WEST TIMOR, 1901-1967 A thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy of Steven Glenn Farram-Charles Darwin University Australia).
Sudah barang tentu kejadian yang sangat menggemparkan karena petugas pemerintah kolonial dijatuhi hukuman oleh pejabat kolonial pula. Dengan demikian nama Timorsch Verbond menjadi sangat populer di kalangan rakyat, karena keberanian kedua orang ketua Timorsch Verbond mengungkapkan peristiwa kekejaman pemerintah kolonial. Tetapi sebaliknya pemerintah kolonial Belanda menyadari bahwa Timorsch Verbond adalah suatu perkumpulan yang dapat membahayakan kcdudukan Belanda . Oleh karena itu untuk membatasi pengaruhnya, dikeluarkan larangan bagi anggota-anggota tentara menjadi anggota Timorsch Verbond.
Perlawanan melawan penjajah yang heroik ini kemudian menjadi Inspirasi para Pemuda /Pemudi di NTT serta menambah semangat jiwa nasionalis dimana-mana, namun sejalan dengan kejadian class action hukum tersebut Pemerintah Hindia Belandapun mulai keras dan , menerbitkan Undang-Undang Kolonial Belanda yang melarang berapat. Tetapi gerakan perlawanan yang telah ditunjukkan oleh Ketua Timorsch Verbond Sumba dan Sabu tersebut telah terlanjur menyemangati para Pemuda NTT, hal ini terlihat pada era tahun 1930-1940 gelombang pemuda NTT yang berangkat ke Jawa baik untuk menimba ilmu maupun mendaftar menjadi Tentara Pejuang dan terjun bertempur di Pulau Jawa. Munculnya organisasi pemuda Timorsch Jongeren yang dimotori oleh Pemuda Herman Johannes, I.H.Doko, Joseph Toelle, Ch.F.Ndaumanu dan SK.Tibuludji di Bandung, maupun dibeberapa kota di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Ambon serta di Makassar.
S.W.Tanya melanjutkan kehidupannya, pada tahun 1925 dia dikirim orang tuanya untuk menempuh pendidikan di Makassar, dia mengambil kursus pendidikan bahasa Belanda selama satu tahun, setelah itu dia bekerja sebagai Markoni kapal selama satu tahun (1926-1927). Oleh karena Fetor Sabu Timur pada saat itu yakni Ama Uli Dane meninggal dunia (1928) maka S.W.Tanya dipanggil pulang untuk menjabat sebagai Fetor Sabu Timur ( 1928-1936).
Pada tahun 1936 raja Sabu Thomas Djawa meninggal dunia, sedangkan calon penggantinya yakni adiknya Paul.Ch.Djawa sedang menempuh pendidikan diluar pulau Sabu, maka S.W.Tanya (Fetor senior dari antara Fetor lainnya) ditunjuk sebagai Raja Sabu dari tahun 1936-1940. Paul Ch. Djawa sendiri adalah Kakak Ipar dari S.W.Tanya, karena Paul Ch.Djawa beristrikan Lonie Tanya yang adalah kakak kandung dari S.W.Tanya.
Bertemu dengan Ir. Soekarno di Ende dengan menumpang kapal Jan van Riebeeck, Ir.Sukarno diboyong berlayar oleh pemerintah Hindia Belanda menuju Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Selama delapan hari dia mengarungi samudera. Pada 14 Februari 1934, Sukarno yang kala itu berusia 35 tahun, tiba di tempat pembuangan dengan model penjara terbuka, dan selama kurang lebih 4 (empat) tahun Ir.Soekarno tinggal ditempat pembuangan di Ende (1934-1938) sebagai bentuk hukuman isolasi terhadapnya dikarenakan kegiatan politiknya yang sungguh mengganggu pemerintah kolonial Belanda.
Ketika Soekarno di tempat pengasingan Ende inilah S.W.Tanya sempat berkunjung dan bertemu dengan Ir. Soekarno , oleh Ir. Soekarno, S.W.Tanya ditunjuk dan diangkat langsung menjadi Ketua Partai Nasional Indonesia Sabu-Raijua. Partai Nasional Indonesia ini didirikan pada 4 Juli 1927 dengan nama Perserikatan Nasional Indonesia oleh Soekarno, Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr. Iskak Tjokroadisurjo, dan Mr. Sunaryo. Pemuda Soekarno terpilih sebagai Ketua PNI tahun 1927 (karena dia dianggap sebagai yang terpopuler pada saat itu). PNI dikemudian hari (1928) berubah nama menjadi “Partai Nasional Indonesia”.
Menjadi Tahanan Jepang.
Pendaratan tentara Jepang di Pulau Timor ( yang dipimpin Jenderal Hayakawa), terjadi pada tanggal 20 Februari 1942. Tentara Jepang masuk Timor melalui 3 lokasi yakni melalui laut mendarat Baun dan Batulesa, serta langsung menusuk ke Kupang melalui Mantasi dan Bakunase.
Pada tanggal 8 Maret 1942 komando angkatan perang Belanda di Timor menyerah tanpa perlawanan yang berarti serta tanpa syarat kepada Tentara Jepang. Dengan demikian secara resmi Jepang menggantikan Belanda sebagai pemegang kekuasaan di Indonesia. Untuk wilayah Indonesia Bagian Timur (wilayah NTT) berada di bawah kekuasaan angkatan laut Jepang (Kaigun) yang berkedudukan di Makasar.
Adapun dalam rangka menjalankan pemerintahan di daerah yang diduduki Kaigun menyusun pemerintahannya. Untuk wilayah Indonesia bagian Timur dikepalai oleh Minseifu yang berkedudukan di Makasar. Di bawah Minseifu adalah Minseibu yang untuk daerah Nusa Tenggara Timur termasuk ke dalam Sjoo Sunda Shu (Sunda Kecil) yang berada di bawah pimpinan Minseifu Cokan Yang berkedudukan di Singaraja.
Pada tahun 1945, ketika menjelang berakhirnya pendudukan Jepang, S.W.Tanya ditangkap dan dipenjara oleh Jepang, dengan tuduhan melakukan gerakan bawah tanah untuk melakukan pemberontakan terhadap penguasa Jepang, karena Jepang sangat kejam saat itu. Untuk itu S.W.Tanya diadili dan diputuskan hukuman mati. S.W.Tanya ditahan sementara dipenjara bawah tanah di desa Depe-Seba ( selama 5 hari), sebelum beliau dikirim ke Ba’a Rote untuk menjalankan hukuman matinya disana. Di Ba’a, S.W.Tanya ditahan dengan beberapa tahanan “hukuman mati” Jepang lainnya.
Sehari menjelang dilaksanakannya eksekusi mati, 7 orang tahanan hukuman mati tersebut berhasil meloloskan diri dari penjara Ba’a atas inisiatif S.W.Tanya, mereka tersebar menyelamatkan diri. S.W.Tanya bersama 2 orang temannya dengan menaiki sebuah perahu kecil (sampan) melarikan diri kembali ke Sabu. Setelah berlayar dan berjuang melawan gelombang lautan Hindia yang ganas selama kurang lebih 5 jam, tiba-tiba mereka melihat dari kejauhan ada sebuah kapal yang sedang berlayar didepan mereka.
Maka S.W.Tanya yang berpengalaman sebagai sebagai Markoni di Kapal Belanda berusaha untuk melakukan kontak dengan kapal tersebut, dia mencoba memainkan kode morse minta tolong (SOS) melalui permainan sinar senter (yang selalu dia bawa), dan ternyata berhasil, mereka diselamatkan oleh Kapal tersebut yang ternyata adalah Kapal Perang Amerika yang kebetulan melewati laut tersebut. Oleh Kapal Perang Amerika, S.W.Tanya dengan kawannya ditolong , diantar dan diturunkan di pantai Liae, maka ‘selamatlah’ S.W.Tanya dari eksekusi mati, karena tidak lama kemudian penjajah Jepang dikalahkan dan menyerah tanpa syarat kepada Tentara Sekutu (1945).
S.W.Tanya meninggal dunia pada tahun 1961 pada usia 81 tahun di kampung Menia-Sabu dikarenakan usia yang cukup lanjut.
Sumber : Dari Penulusuran Google, Penulisan Peter Apollonius Rohi serta buku
Pahlawan Nasional I.H.Doko, Thesis dari Steven Glenn Farram dari Charles
Darwin University. (Dedy)