Renungkan Hari Pendidikan
HARI Pendidikan 2 Mei 2020 terasa sangat istimewa. Di tengah berbagai ucapan dan harapan menyambut momentum itu, wajah pendidikan kita masih belum cantik-berseri. Lihatlah kerutan dan bolong di sana-sini. Wajah indah yang diharapkan belum terlihat, yang nampak justru keburamannya.
Diakui atau tidak, Covid-19 ini telah menjernihkan pandangan kita terhadap wajah pendidikan kita di potret pendidikan hari ini. Secara objektif terpantau bahwa di sana-sini banyak bagian yang tidak mulus yang harus diamplas, ditambal dan dioperasi.
Covid-19 berimplikasi besar pada dunia pendidikan. Ketika wabah itu dinyatakan sebagai pandemi dan status darurat dinyatakan, sekolah-sekolah langsung ditutup. Anak-anak dan semua orang diperintahkan menjaga diri, dan di rumah saja.
Agar pendidikan anak tetap berlangsung, guru-guru diminta tetap mengajar dan anak-anak diharapkan tetap belajar. Online menjadi pilihan di seluruh Indonesia, tanpa mempertimbangkan keadaan wilayah dan masyarakat. Covid-19 telah memaksa belajar online menjadi keharusan semua orang di semua tempat.
Syahdan, anak pun belajarlah di rumah. Mereka pada mulanya menggunakan hape, dan kemudian ditambah menggunakan TV sebagai tontonan.
Program ini membuat anak-anak harus memiliki hape dan menonton TV. Tentu, bukan hape dan TV-nya, tetapi hape dan TV milik orang tuanya.
Orang tua harus dapat meminjamkan hape kepada anaknya untuk proses belajar online. Program tertentu menjadi favorit.
Inilah saatnya fungsi hape berubah. Dari sebelumnya sebagai sarana bermain game dan menonton film, hape menjadi sarana belajar.
Banyak cerita yang menyedihkan dan memprihatinkan soal ini. Ada cerita orang tua yang kelabakan karena di pagi hari mereka masih bekerja –maklum sebagian besar tidak libur dan tidak patuh pada perintah berdiam di rumah. Karena itu hape mereka tidak bisa digunakan oleh anak-anak untuk belajar. Dilema muncul di sini.
Ada kisah anak-anak yang kesulitan mengikuti belajar online karena jaringan yang tidak kuat dan lemot. Maklum, tower tidak semua berada di dekat rumah. Tidak semua kampung ada towernya. Belum lagi, kadang-kadang kalau cuaca buruk, sinyal malah hilang sama sekali. Alhasil, sedihnya minta ampun.
Ada pula anak-anak yang kesulitan karena kuota hape orang tua tidak kuat untuk dipakai lama-lama dengan aplikasi tertentu. Maklum biasanya mereka hanya isi kuota 2-3 GB, tiba-tiba harus dipakai untuk kegiatan yang memerlukan kuota puluhan GB. Runsing, bukan?
Belum lagi soal orang tua yang tidak memiliki hape pintar yang bisa diinstall aplikasi baru. Mereka hanya memiliki hape jenis nokia lama, hitam putih, yang cukup-cukup untuk telepon dan sms.
Tambah lagi listrik sebagai sarana pendukung, di beberapa tempat suplaynya belum lancar 24 jam. Kadang juga padam ketika angin dan hujan. Wah, rasanya seabreg-abreg masalahnya.
Pada akhirnya, belajar online pada masa Covid-19 ini menimbulkan keluhan dan kejutan. Keluhan muncul karena beberapa bagian dari kegiatan ini berada di luar kemampuan orang tua dan anak-anak, bahkan guru. Ketika mereka terkendala sinyal, tower, dan listrik, mereka hanya bisa pasrah, dan meminta pengertian. Juga, ketika mereka terkendala jenis hape dan kuota, mereka terkejut dan risau, seakan memasuki dunia yang asing, dunia baru.
Alhasil, secara kasar, paksaan Covid-19 pada dunia pendidikan memperlihatkan wajah pendidikan kita. Di kota umumnya kegiatan belajar dapat berjalan agak lumayan dan wajah pendidikannya agar cerah. Tetapi, di desa pedalaman dan di pulau-pulau, kegiatan belajar online hanya menimbulkan potret wajah yang masam, dan risau, serta kesal dan penasaran.
Begitulah kesenjangan yang dibentuk oleh lingkungan. Karena itu, senyampang dengan hari pendidikan, 2 Mei 2020, hari ini, wajah pendidikan dan keadaan masyarakat kita, perlu menjadi bahan renungan.
Ketika kita ingin wajah pendidikan mulus dan ceria, maka wajah yang kusut-masam di daerah harus segera diatasi. Kiranya, Pemerintah bisa hadir untuk mendampingi, menceriakan wajah yang masam itu; Membantu masyarakat mengatasi keluhan dan kejutan yang muncul setakat ini. Semoga!
*Penulis adalah Dosen IAIN Pontianak