Suaraindo.id – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan melakukan evaluasi Program Organisasi Penggerak (POP) setelah sejumlah organisasi besar menyatakan mundur.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyatakan evaluasi ini dilakukan setelah mendapatkan berbagai kritik dan masukan dari banyak pihak. Pihaknya akan melakukan ‘evaluasi dan penyempurnaan’ secara intensif selama 3-4 pekan ke depan.
“Proses evaluasi lanjutan untuk menyempurnakan program organisasi penggerak. Evaluasi ini akan melibatkan pakar pendidikan, organisasi masyarakat, dan juga lembaga-lembaga negara,” ungkapnya, Jumat (23/7) sore.
Nadiem menjelaskan, pihaknya akan mengevaluasi ulang tiga aspek yakni seleksi yang telah dilakukan, organisasi yang lolos, dan efektivitas program untuk diimplementasikan semasa pandemi Covid-19. Nadiem mengatakan, ia ingin memastikan semuanya memenuhi standar ‘integritas dan transparansi terbaik’.
“Kami akan melakukan audit, tapi audit itu jangan cuma dilakukan internal, tapi juga membawa pihak-pihak eksternal untuk memberikan penilaiannya,” tambahnya.
Dia mengatakan, organisasi yang telah lolos tidak perlu khawatir karena program ini akan tetap dijalankan. Evaluasi dilakukan untuk menunjang proses implementasi di lapangan.
“Sehingga teman-teman yang lulus seleksi, bisa nanti melaksanakan semua gerakannya dengan dengan penuh percaya diri, dengan motivasi tinggi, dan dengan dukungan masyarakat serta organisasi masyarakat di Indonesia,” tegasnya.
Meski tidak menyebutkan nama, Nadiem mengatakan peran organisasi masyarakat yang sudah puluhan tahun berkiprah dalam bidang pendidikan akan diperbesar.
POP Cari Metode Terbaik
Program Organisasi Penggerak (POP) merupakan program hibah Kemendikbud kepada organisasi masyarakat untuk melakukan pengembangan pendidikan di berbagai wilayah. Kemendikbud menyediakan dana APBN Rp 567 miliar per tahun.
POP membagi penerima hibah dengan tiga kategori yakni Gajah maksimal Rp 20 miliar/tahun, Macan Rp 5 miliar/tahun, dan Kijang Rp 1 miliar/tahun.
Dua murid sedang melihat peliharaan ayam yang diberikan sebagai bagian program mengurangi ketergantungan gawai pada anak di Bandung, Jawa Barat, 21 November 2019. (Foto: AFP)
Kemendikbud menyatakan ada 4.400 proposal yang masuk. Dari jumlah itu, ada 183 proposal dari 156 organisasi kemasyarakatan yang terpilih.
Dari program-program tersebut, Nadiem berharap dapat menemukan praktik terbaik dari pengembangan pendidikan. Terutama yang terbukti berhasil mendorong tingkat numerasi, literasi, dan karakter para siswa.
“Kementerian akan bisa memilih mana metode yang terbaik dan memasukkannya ke dalam sistem pendidikan nasional kita, yang sudah dibuktikan oleh organisasi-organisasi hebat ini,” jelasnya.
Sejumlah Organisasi Besar Mundur
Pernyataan Kemendikbud disampaikan setelah sejumlah organisasi besar yang lolos menyatakan mundur. Pihak yang mundur antara lain Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Meski mengakui pentingnya POP, Wakil Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah, Kasiyarno, menyatakan mundur dari program tersebut. Dia memprotes kelulusan sejumlah organisasi yang menurutnya tidak kompeten.
“Kalau dilihat dari nama-nama itu kami bisa menyatakan ada beberapa yang memang tidak kompeten. Kantor saja nggak punya, apalagi staff, program-program juga nggak jelas, nggak ada bukti-bukti yang bisa ditunjukkan gerakannya,” tandasnya dalam konferensi pers pada Rabu (22/7).
Seperti Nahdlatul Ulama, dia juga mengkritik keterlibatan yang dianggap sebagai ‘CSR (Corporate Social Responsibility/Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) perusahaan’ dalam POP.
“CSR (perusahaan) bahkan, kok juga dapat, bahkan (kategori) gajah. Tidak hanya satu, tapi lebih. Ini kira-kira apa bisa dipercaya menangani program sebesar ini?” ujarnya.
Muhammadiyah, yang mengelola 30.000 lebih sekolah berbagai tingkatan, tidak ingin namanya tercoreng jika di kemudian hari POP ini tidak berhasil sesuai yang diharapkan.
“Daripada kami sudah payah-payah inginnya membantu pemerintah, sementara yang lain tidak serius, dari kita mungkin hasilnya bagus, tapi yang lain tidak, tentu Muhammadiyah juga akan terkena,” tambahnya.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dalam keterangan tertulis, Jumat (24/7), menyatakan mundur karena menilai kriteria penilaian POP tidak jelas. Hal ini diputuskan usai Rapat Koordinasi bersama Pengurus PGRI Provinsi Seluruh Indonesia, Perangkat Kelengkapan Organisasi, Badan Penyelenggara Pendidikan dan Satuan Pendidikan PGRI.
Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menyatakan dana ratusan miliar itu lebih baik dialokasikan untuk membantu siswa, guru/honorer, penyediaan infrastruktur di daerah khususnya di daerah 3T demi menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) saat pandemi.
“Pandemi Covid-19 datang meluluhlantakkan berbagai sektor kehidupan termasuk dunia pendidikan dan berimbas pada kehidupan siswa, guru, dan orang tua,” ucapnya. [rt/em]