Banyak Orang Percaya Tak akan Tertular Covid-19, Butuh Imbauan yang Jelas

  • Bagikan
Ilustrasi kerumunan. TEMPO/Muhammad Hidayat

Suaraindo.id- Di saat pemerintah dan banyak pihak gencar mengkampanyekan protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus corona, ternyata masih banyak orang yang percaya tak akan terinfeksi virus ini. Ketua Satgas Penanganan COVID-19, Doni Monardo, menyatakan hasil survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) periode 14-21 September 2020 menyebutkan secara nasional sebanyak 17 persen masyarakat yakin tidak akan terinfeksi COVID-19.

“Jumlah responden sebanyak 90.967 orang, angka yang besar untuk sebuah survei,” katanya.

Besaran angka 17 persen itu dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270 juta jiwa setara dengan 44,9 juta jiwa.

“Bayangkan ada sebanyak 44,9 juta masyarakat yang merasa yakin tidak akan terjangkit COVID-19,” ujarnya.

Sulut menempati nomor dua secara nasional dengan angka persentase sebesar 27 persen. Sebanyak 27 persen dari jumlah penduduk yang mencapai 2,6 juta jiwa, diperkirakan sebanyak 700 ribu lebih, warga Sulut yang yakin tidak akan terjangkit COVID-19.

Inilah yang menurut Doni menjadi tantangan sehingga harus ada strategi yang efektif untuk mempengaruhi masyarakat agar mematuhi protokol kesehatan COVID-19. Tindakan protokol kesehatan yang perlu dilakukan masyarakat termasuk #pakaimasker #jagajarakhindarikerumunan dan rajin #cucitanganpakaisabun.

“Presiden dalam setiap kesempatan mengatakan perubahan perilaku adalah keniscayaan. Kita tidak tahu kapan COVID-19 akan berakhir. Karena itu, kita harus mampu beradaptasi dengan COVID-19 ini,” ujarnya.

Dia berharap setiap daerah mengedepankan kearifan lokal sehingga tokoh-tokoh daerah hingga tingkat RT/RW diikutsertakan.

“Semakin besar pelibatan masyarakat, maka semakin efektif dalam penanganan COVID-19,” katanya.

COVID-19, menurutnya, menular bukan melalui hewan seperti flu babi atau flu burung, tetapi melalui manusia. Dari manusia kemudian menular ke orang-orang di sekitar, termasuk orang-orang terdekat.

“Karena itu, dengan penjelasan yang lebih merakyat, bahasa yang lebih mudah dipahami, bahasa yang mudah dicerna, saya yakin kalau sekarang 27 persen, ke depan pasti akan berkurang,” ujarnya.

  • Bagikan