Jalan Tobat Pembalak Liar

  • Bagikan
Ratusan gergaji mesin (chainsaw) memenuhi satu ruangan khusus di Klinik Asri. Totalnya 202 unit

Ratusan gergaji mesin (chainsaw) memenuhi satu ruangan khusus di Klinik Asri. Totalnya 202 unit. Mesin pemotong kayu itu adalah milik para pembalak liar di kawasan Taman Nasional Gunung Palung yang kini telah bertobat.

HERIYANTO, Sukadana

PAGI itu, Agus Novianto bersama Irvan sudah bersiap-siap di Klinik Asri. Keduanya adalah staf di Klinik Asri. Tujuan mereka hari ini adalah mengambil gergaji mesin di rumah seorang warga, mantan pembalak liar di Sukadana. Agus pun memacu sepeda motornya menuju rumah Sukindar, mantan pembalak liar yang dimaksud. Roni Eka Satria, Polisi Kehutanan Resort Pengelolaan Taman Nasional Tanjung Gunung, menemani dari belakang.

Di rumah sederhana di Desa Pangkalan Buton,Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara itu Sukindar telah menunggu. Dia mempersilakan Agus, Irvan, dan Roni masuk. Agus yang merupakan penanggungjawab program UMKM di Klinik Asri menjelaskan bahwa dia bermaksud mengambil chainsaw yang dimiliki Sukindar. Warga setempat biasa menyebut gergaji mesin itu dengan sebutan ‘senso’. “Nanti setelah chainsaw saya ambil, Pak Sukindar tidak boleh bekerja menebang kayu lagi,” kata Agus kepada Sukindar yang berada di sebelahnya.

Sukindar sudah bekerja sebagai penebang kayu sejak 20 tahun lalu. Banyak tempat telah dia datangi untuk mendapatkan kayu. Berbekal satu mesin chainsaw, sudah ribuan batang kayu telah dia potong. Setelah tidak lagi menjadi penebang kayu pun chainsaw itu tetap digunakan dengan cara disewakan. “Setelah tidak kerja jadi penyingso (logger) saya sewakan senso (chainsaw) kepada kenalan yang memerlukan,” katanya.

Chainsaw itu disewakan dengan tarif Rp700 ribu per bulan. Biasanya penyewa datang ke rumahnya dan langsung membawa chainsaw itu ke hutan. Lokasi penebangan pun berbeda-beda.

Hari itu, setelah menandatangi surat pernyataan, chainsaw milik Sukindar tidak boleh lagi digunakan dan akan dibawa ke Klinik Asri. Sebelum dibawa, chainsaw itu dihidupkan oleh Sukindar untuk mengecek bahwa chainsaw itu masih berfungsi atau tidak.

Klinik Asri bukanlah menyita  chainsaw itu seperti halnya dalam operasi razia. Mereka malah memberikan ganti rugi berupa uang, sebagai imbalan bagi para logger yang mau menyerahkan chainsaw-nya, dan berjanji untuk tidak menjadi logger lagi. Chainsaw milik Sukindar diganti seharga Rp3 juta. Sukindar akan diberi tambahan senilai Rp4 juta sebagai modal usaha. Jadi total yang diperolehnya Rp7 juta. Dengan modal itu, Sukindar diharapkan bisa hidup mandiri tanpa menjadi pembalak liar lagi.

Sukindar mengatakan akan fokus menjadi seorang tukang bangunan. Klinik Asri akan memberinya uang modal untuk mendukung pekerjaan sebagai tukang bangunan.  “Klinik tidak memberikan uang tunai, melainkan berupa bahan atau barang untuk mendukung usaha. Ini supaya uangnya tidak disalahgunakan, misalnya untuk membeli chainsaw baru,” kata Agus.

Agus Novianto, koordinator UMKM Klinik Asri, menjelaskan, program Chainsaw Buyback dimulai pada Januari 2017. Tujuan program ini adalah menawarkan solusi yang memungkinkan penebang liar untuk berhenti dari pekerjaannya dan beralih profesi ke mata pencaharian lain yang sesuai dengan keterampilannya. Tujuan lain adalah menyejahterakan mantan penebang liar untuk merintis usaha baru dengan proses pendampingan dari Klinik Asri.

Hingga April 2021, sudah ada 202 gergaji mesin yang diserahkan kepada Klinik Asri. Untuk tahun 2021 ini  target gergaji mesin yang diserahkan sekitar 40 buah. “Di tahun 2020 lalu memang penyerahan senso (gergaji mesin) sangat kurang dikarenakan kondisi Covid-19. Jadi kegiatan tersebut tidak aktif dilaksanakan karena terbatasnya aktivitas,” kata Agus.

Ia menjelaskan, penebang liar yang dibina saat ini berjumlah 63 orang. Mereka sebelumnya penebang liar aktif. Saat ini, mereka sudah beralih profesi mengikuti program UMKM ke bidang peternakan, pertanian, perdagangan. Usaha yang paling banyak dilakoni adalah membuka toko sembako, pedagang sayuran keliling, ternak ayam, dan menanam padi. “Sudah ada sembilan orang mitra yang menyelesaikan pinjaman uangnya kepada Klinik Asri dan kita anggap mereka sudah mandiri,” ujarnya.

Agus tidak memungkiri ada sekitar tiga hingga lima persen dari yang sudah menyerahkan senso (gergaji mesin) namun kembali lagi ke hutan untuk menebang pohon. Tingginya permintaan kayu olahan memang masih menggiurkan. “Mereka masih curi-curi menebang kayu. Kalau kita tanya mereka tidak mengakui,” ujarnya.

Bagi penebang pasif, gergaji mesin mereka dibeli Klinik Asri dengan harga Rp3 juta. Sedangkan penebang aktif Rp 4 juta. Pengembalian uang pinjaman tanpa bunga, tanpa jaminan, dan tanpa jangka waktu. “Apabila mereka bisa melunasi pinjamannya dalam waktu dua tahun, mereka bisa mengajukan pinjaman kembali,” jelasnya.

Untuk memastikan dana modal pinjaman usaha tidak dipakai untuk kegiatan yang lain, Klinik Asri tidak memberikan dana tunai, melainkan belanja bahan untuk kebutuhan  usaha bersama dengan  mitra.

Awal mula menjalankan program Chainsaw Buyback memang kurang mendapat respon yang baik dari sejumlah logger. Namun melalui pendekatan yang lebih persuasif bersama petugas Taman Nasional Gunung Palung dan dibantu Sahabat Hutan (Sahut) yang merupakan kelompok bentukan Klinik Asri, upaya ini perlahan membuahkan hasil.

Sudah banyak logger yang sadar dengan memilih mengikuti program di Klinik Asri dan tidak mau menebang pohon lagi. Pengawasan tim taman nasional yang sudah mulai ketat dan adanya larangan menebang pohon, turut memotivasi para logger untuk menyerahkan gergaji mesinnya.

Selain Sukindar, ada pula Sahrani yang lama bekerja sebagai penebang liar. Pria 42 tahun warga Dusun Payak Itam, Desa Sutera, Kecamatan Sukadana, Kayong Utara itu mulai menebang pohon saat usianya masih 20 tahun. Teman-teman sebayanya kala itu juga banyak yang bekerja menebang pohon. Sahrani turut dalam pekerjaan tersebut karena tak ada lagi pilihan pekerjaan yang bisa dilakukan di desanya.

Hasilnya lumanyan besar. Ia bisa membawa pulang uang berkisar Rp300 ribu hingga Rp350 ribu per harinya dari hasil memotong kayu di hutan. Lokasi tebangan tak hanya di desanya tetapi juga sampai ke desa lain.

Seiring perjalanan waktu, pekerjaan menjadi penebang liar mulai dilarang. Stok kayu di hutan pun mulai menipis. Kondisi itu memaksanya berpikir bagaimana agar tetap bisa bekerja untuk bertahan hidup.

Sahrani beruntung mendapatkan tawaran program UMKM dari Klinik Asri ketika ia mulai menganggur akibat larangan menebang pohon.

Pada 2017 ia mengikuti program Klinik Asri. “Saat itu saya mencoba usaha beternak ikan di kolam. Modal saya dapatkan dengan menjual senso (gergaji mesin) saya kepada  Klinik ASRI. Uang pengganti yang didapat sebesar Rp 4 juta. Saya juga mendapatkan pinjaman modal sebesar Rp8 juta. Uangnya dicairkan setelah menandatangani surat perjanjian agar tidak menebang pohon kembali,” jelasnya.

Sahrani menerangkan bahwa uang penjualan gergaji mesin dan pinjaman  dari Klinik ASRI tidak semuanya diserahkan tunai. Namun harus dibelanjakan bersama-sama untuk membeli berbagai kebutuhan merintis usaha.

Hingga kini usaha budidaya ikan Sahrani sudah berjalan sekitar tiga tahun. Ia pun sudah melunasi uang pinjaman kepada Klini Asri. Ia mengakui bahwa menjalankan usaha sendiri memang ada pasang surutnya. Ia menyadari bahwa hasil usaha budidaya ikan memang tak sebesar saat masih menjadi penebang pohon. Makanya untuk menutupi kebutuhan hidup ia menyambi bekerja sebagai tukang bangunan.

Roni Eka Satria, Polisi Kehutanan Resort Pengelolaan Taman Nasional  Tanjung Gunung mengatakan, selain melakukan patroli rutin di Taman Nasional, pihaknya juga membantu Klinik Asri. Program Klinik Asri berupa penyerahan senso (gergaji mesin) yang diganti rugi dan dibantu modal usaha disebarluaskan ke masyarakat. Pihaknya juga gencar mengimbau warga agar tidak melanggar kawasan Taman Nasional Gunung Palung.

Apabila ditemukan penebang yang sudah menyerahkan senso (gergaji mesin) tetapi masih menebang pohon maka untuk tahap awal akan beri penyuluhan atau peringatan. Apabila masih tetap melanggar maka tindakan selanjutnya adalah proses pidana.

Bupati Kayong Utara, Citra Duani mengatakan, program UMKM yang digarap Klinik ASRI terbukti berhasil menyadarkan warganya untuk tidak menebang pohon. Menurut Citra, pendekatan yang dilakukan ini berbeda dari kebiasaan. “Biasanya warga yang kedapatan menebang pohon ditangkap. Klinik Asri melakukannya dengan proses yang lebih persuasif dan edukatif,” ujarnya.

Citra menyaksikan sendiri sejumlah warganya sudah berhasil membangun usaha setelah tidak lagi menjadi pembalak liar. “Selama beberapa tahun ini sudah ratusan senso (gergaji mesin) yang diserahkan warga kepada Klinik Asri. Mereka dibekali modal usaha. Ini sudah berjalan dengan baik,” ujarnya. (*)

*Liputan ini diproduksi atas dukungan dari Dana Jurnalisme Hutan Hujan (Rainforest Journalism Fund) yang bekerja sama  dengan Pulitzer Center

 

 

  • Bagikan