Penindakan Tegas Anggota Polri yang Nakal Pulihkan Kepercayaan Publik

  • Bagikan
Para petugas polisi tampak melindungi diri mereka dengan tameng ketika melakukan pengamanan dalam aksi unjuk rasa penentangan terhadap Undang-undang Omnibus di Jakarta, pada 13 Oktober 2020. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan)

Suaraindo.id – Hampir tidak ada warga Indonesia yang tidak mengetahui kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J) di rumah dinas atasannya, Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo pada Agustus silam. Atau kasus dugaan keterlibatan Irjen Teddy Minahasa Putra dalam peredaran narkoba, dan penanganan polisi terhadap suporter sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Malang, yang menewaskan ratusan orang. Kasus-kasus besar ini telah menurunkan secara drastis kepercayaan warga pada polisi.

Namun gerak cepat Kepolisian Indonesia, terutama Kapolri Listyo Sigit Prabowo membentuk tim untuk menyelidiki insiden pembunuhan “Brigadir J” yang kemudian menyeret beberapa tersangka pelaku utama ke meja hijau, juga penangkapan Irjen Teddy Minahasa Putra terkait peredaran narkoba, serta beberapa kebijakan tegas lain seperti larangan tilang manual dan pemberlakuan tilang elektronik dan larangan memamerkan gaya hidup mewah bagi anggota kepolisian, perlahan-lahan memulihkan kepercayaan publik.

Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi saat menyampaikan Survei Nasional Kinerja Lembaga Penegak Hukum di Mata Publik dan Penanganan Kasus-kasus Besar, hari Minggu (27/11). Menurutnya dibanding hasil survei yang sama Agustus lalu di mana tingkat kepercayaan publik mencapai 54,4%, pada survei November ini naik menjadi 60,5%.

“Kapolri, langkah-langkahnya belakangan ini, itu mulai menampakkan hasil meskipun dibanding lembaga lain masih terhitung di bawah, tapi paling tidak ada tanda-tanda recovery dari 54 ke 60 persen,” ujarnya.

Namun dibandingkan lembaga penegakan hukum lainnya, Polri masih berada di posisi terbawah dibanding Komisi Pemberantasan Korupsi (72,6 persen), pengadilan (73,7 persen) dan Kejaksaan Agung (77,4 persen).

Survei nasional oleh Indikator Politik Indonesia itu dilakukan pada 30 Oktober hingga 5 November 2022 melibatkan 1.220 orang responden di seluruh provinsi dengan toleransi kesalahan sekitar lebih kurang 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Penanganan Pelanggaran Hukum Anggota Polri

Menanggapi hasil survei tersebut, anggota DPR-RI Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari, mengatakan naiknya kepercayaan publik menjadi 60,5 persen berdasarkan survei tersebut dikarenakan publik menilai ada upaya perbaikan yang dilakukan utamanya oleh pimpinan Polri yang terbuka dan transparan kepada publik terkait penanganan kasus-kasus yang menarik perhatian publik, seperti kasus Sambo.

“Saya meyakini ke depan ini trennya mungkin akan terus naik ya, dengan catatan sepanjang Kapolri dan segenap jajaran Polri punya itikad yang baik, punya semangat yang tinggi untuk melakukan pembenahan ini,” ujarnya.

Taufik menggarisbawahi perlunya Polri meyakinkan publik bahwa setiap pelanggaran oleh anggota Polri akan ditindak tegas, selain tentunya peningkatan pelayanan karena terkait erat dengan pengalaman masyarakat ketika berinteraksi dengan polisi.

Hal senada disampaikan anggota DPR-RI Fraksi PDI-Perjuangan, Johan Budi Sapto Pribowo.

“Inilah momentum yang harus diambil oleh Kapolri, kalau dulu ada polisi nakal cuma dicopot, dimutasi, tapi sekarang tidak boleh lagi ada begitu untuk deterrent effect (efek gentar-red). Sehingga kalau ada polisi nakal, Kapolda nakal, Kapolres nakal, Kapolsek nakal meras-meras itu dipidanakan,” harap Johan Budi.

Dalam survei itu, sebanyak 64,7 persen dari 39 persen responden yang tahu berita tentang penangkapan Irjen Teddy Minahasa Putra terkait peredaran narkoba, berpendapat terbongkarnya kasus ini menunjukkan bahwa Kapolri tidak pandang bulu dalam menindak tegas anggota Kepolisian yang melanggar. [yl/em]

 

  • Bagikan