Gelar Aksi di Berbagai Kota, AJI Minta Pemerintah dan DPR Hapuskan Pasal Bermasalah di RKUHP

  • Bagikan
Inilah situasi untuk menolak beberapa pasal RKUHP. Aksi di antaranya dilakukan di Jayapura, Manokwari, Lhokseumawe, Semarang, Padang, Bandar Lampung, Bandung, Medan, Jakarta, Samarinda, Yogyakarta, Kediri, Surabaya, Jambi, Manado, Makassar, Sukabumi. Selasa (06/12/2022)

Suaraindo.id – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menggelar aksi secara offline dan online di berbagai kota pada Minggu-Senin (4-5 Desember 2022) untuk menolak pasal-pasal bermasalah di RKUHP. Aksi di antaranya dilakukan di Jayapura, Manokwari, Lhokseumawe, Semarang, Padang, Bandar Lampung, Bandung, Medan, Jakarta, Samarinda, Yogyakarta, Kediri, Surabaya, Jambi, Manado, Makassar, Sukabumi.

Ketua Umum AJI, Sasmito mengatakan jika aksi rencananya akan terus dilakukan hingga Rabu (7/12/2022) di puluhan kota lain yang terdapat anggota AJI.

AJI masih menemukan 17 pasal bermasalah dalam draf RKUHP versi 30 November 2022 yang berpotensi mengkriminalisasi jurnalis dan mengancam kebebasan pers, kemerdekaan berpendapat dan berekspresi.

“Salah satunya yakni pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme,” katanya.

Selain itu, AJI menilai pembahasan RKUHP tidak transparan dan tidak memberikan ruang kepada publik untuk dapat berpartisipasi secara bermakna. Pemerintah dan DPR belum pernah menjelaskan pertimbangan-pertimbangan yang diambil terkait masukan-masukan dari publik, termasuk komunitas pers.

“DPR dan pemerintah harus menunda pengesahan RKUHP karena akan memberangus kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia. AJI akan terus bersuara sampai pasal-pasal bermasalah dihapus,” kata Ketua AJI dalam aksi bersama yang disiarkan secara virtual.

Sementara itu, Anggota Dewan Pers, Dr Ninik Rahayu mengatakan rencana pengesahan RKUHP oleh DPR, merupakan ancaman bagi kemerdekaan pers, karena banyaknya pasal yang bermasalah. Menurutnya pengaturan pidana Pers dalam RKUHP, menciderai regulasi yang sudah diatur dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Sehingga upaya kriminalisasi dalam RKUHP, tidak sejalan dengan apa yang diatur dalam UU Pers. Karena unsur penting berdemokrasi, dengan kemerdekaan berbicara, kemerdekaan berpendapat serta kemerdekaan pers. Karena itu mewujudkan kedaulatan rakyat,” kata Ninik.

Ia menegaskan dalam kehidupan yang demokratis, kemerdekaan menyampaikan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki.

“Dewan Pers telah sampaikan kepada presiden bahwa RKUHP masih bermuatan membatasi kemerdekaan pers, dan berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik,” katanya.

Lanjut, kemerdekaan pers dan berpendapat seharusnya tercermin dalam RKUHP yang baru. Karena kemerdekaan pers menjadi unsur penting menciptakan kehidupan bermasyarakat yang demokratis.

  • Bagikan