Suaraindo.id – Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Jurnalistik MSRI angkatan II diselenggarakan oleh Media Siber Republik Indonesia secara Virtual bekerjasama dengan GN AURA, The Wijaya Institute mengupas kode etik Jurnalistik, pengertian, sejarah, fungsi hingga sejenisnya.
Pelatihan yang digelar tersebut mengadirkan beberapa narasumber, salah satunya ialah Dr (C) Dahlan E. Bangun, SH.MH dengan materi memaparkan dan mengkaji tentang legalitas rencana bisnis yang akan dibangun serta dioperasikan diwilayah tertentu harus memenuhi aturan hukum dan tata peraturan yang berlaku di wilayah tersebut, Rabu (21/2/2024)
Dalam memberikan materi, Dr (C) Dahlan E. Bangun mengatakan Jurnalistik adalah pengumpulan bahan berita (Peliputan), pelapor peristiwa (reporting) penulisan berita (writing), penyuntingan naskah berita (editing) dan penyajian atau penyebarluasan berita melalui media.
“Seorang jurnalistik harus memiliki pemahaman tentang kompetensi propesional dalam bekerja. Kompetensi profesional yang paling utama harus di pahami oleh jurnalis. Kode etik jurnalis memiliki fungsi yang sangat penting dalam pembuatan berita yang kredibel,” kata Dr (C) Dahlan E. Bangun.
Dia juga memberikan penjelasan mengenai dengan kode etik Jurnalis yang merupakan nilai dasar dalam bidang Jurnalistik untuk memproduksi berita.
Kode etik tersebut dikatakan merupakan etika profesi jurnalis berlaku untuk berita dalam media cetak, elektronik dan media online.
“Sejarah Kode etik jurnalis, kode etik jurnalis di Indonesia baru lahir pada tahun 1947, lahirnya kode etik ini diketahui oleh seorang wartawan bernama TASRIF. Isi dari kode etik ini pada saat itu merupakan kode etik jurnalis dari wartawan Amerika.
Kemudian pada tahun 1968, dewan Pers mengeluarkan keputusan no. 09/1968 tentang kode etik jurnalis berdasarkan hasil rumusan “PANITIA TUJUH”.
Pada tahun 1969, Pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Penerangan No.02/Pers/MENPEN/1969. yang menegaskan seluruh wartawan wajib menjadi organisasi wartawan yang disahkan oleh Pemerintah lahirnya UU NO 40 tahun 1999, tentang Pers. Telah memberikan kebebasan wartawan dalam memilih organisasi wartawan, sehingga Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bukan hanya satu satunya organisasi wartawan,” ujar Dr (C) Dahlan E Bangun.
Kemudian, ia melanjutkan pada pada taggal 21 Juni 2000, kode etik wartawan Indonesia disahkan oleh Dewan Pers. Pada tahun 2006, dewan pers kemudian kembali melahirkan kode etik jurnalistik. Kode etik tersebut ditetapkan oleh keputusan Dewan Pers No.03/SK-DP/III/2006, dan diperbuat oleh Peraturan Dewan Pers No.6/Peraturan-DP/V/2008.
“Kode Etik Jurnalistik, kode etik ini berfungsi untuk menjaga standar kualitas jurnalistik dalam melakukan pekerjaannya secara profesional dan berita yang di rilis dapat dipertanggung jawabkan.
Selain itu kode etik ini juga dibuat untuk melindungi publik dari kemungkinan terjadinya hal negatif dari berita yang dirilis. Dengan adanya kode etik, diharapkan masyarakat dapat terlindungi dengan baik dan merasa aman karena hak mereka terlindungi,” tambahnya merincikan.
Selain itu, Dr (C) Dahlan E Bangun menyebutkan terdapat ada tiga dasar kode etik jurnalistik yang saat ini digunakan oleh jurnalis di Indonesia antara lain.
Pertama: Kesepakatan 29 organisasi pers seluruh Indonesia di Jakarta pada tanggal 14 Maret 2006.
Kedua: Peraturan Dewan Pers no.6/Peraturan -DP/V/2008.
Ketiga: Pasal 7 ayat (2) undang undang no. 40 tahun 1999 tentang Pers. Dengan demikian maka seluruh wartawan, wajib mentaati kode etik jurnalistik yang berisikan diantaranya sebagai berikut:
1. Bersikap Independen
2. Menempuh cara yang profesional
3.Selalu menguji Informasi.
4. Tidak membuat berita bohong.
5. Tidak menyebutkan dan menyiarkan Indentitas Korban Kejahatan.
6. Tidak menyalahgunakan Profesi.
7. Memiliki hak tolak untuk menlindungi Narasumber.
8. Tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka.
9. Menghormati hak narasumber.
10. Mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS