Suaraindo.id– Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kalimantan Barat mengadakan lokakarya untuk sosialisasi peraturan gubernur (Pergub) terkait rencana aksi daerah pencegahan perkawinan anak.
Acara ini berlangsung di Pontianak dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan.
Kepala DPPPA Kalbar, Herkulana Mekarryani, mengungkapkan bahwa lokakarya ini merupakan bagian dari upaya pemerintah daerah untuk melindungi anak-anak dari praktik perkawinan anak yang masih tinggi di wilayah tersebut.
“Kami melaksanakan lokakarya untuk membahas peraturan gubernur (pergub) mengenai rencana aksi daerah pencegahan perkawinan anak. Acara ini juga mencakup perumusan tahapan monitoring dan evaluasi (monev) strategi daerah pencegahan perkawinan anak untuk periode 2024-2026. Lokakarya ini diadakan bekerja sama dengan USAID ERAT dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan media,” katanya.
Herkulana menekankan pentingnya komitmen semua pihak dalam melindungi anak-anak dari perkawinan dini. Ia mengungkapkan bahwa Kalimantan Barat menempati peringkat tinggi dalam kasus perkawinan anak secara nasional, dengan peringkat lima pada 2022, naik menjadi peringkat empat pada 2023, dan tiga besar pada 2024.
Ia mengidentifikasi penyebab tingginya kasus perkawinan anak, termasuk maraknya konten pornografi di media sosial yang memengaruhi perilaku anak. Survei menunjukkan hampir 95 persen responden terkontaminasi konten porno aksi dan pornografi, dan 52 persen dari mereka sudah melakukan persetubuhan dengan berbagai usia.
Dia menekankan perlunya tindakan untuk melawan penyebaran konten tersebut, terutama yang menyasar anak usia PAUD.
Lokakarya ini membahas tantangan dan strategi pencegahan perkawinan anak, dengan fokus pada pentingnya kolaborasi lintas sektoral dan peran aktif masyarakat.
Herkulana menyoroti pentingnya keterlibatan organisasi masyarakat dalam upaya pencegahan agar dapat menjangkau keluarga dan kelompok terkecil.
Ia juga mengungkapkan kasus perkawinan anak berdampak pada putus sekolah, stunting, dan angka kematian ibu serta bayi. Oleh karena itu, kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan diperlukan untuk menekan angka perkawinan anak dan meningkatkan indeks pembangunan manusia di Kalbar.
“Rencana aksi daerah yang disusun diharapkan dapat menurunkan kasus perkawinan anak hingga 2026, dengan mencakup pengoptimalan kapasitas anak, lingkungan pencegahan, aksesibilitas layanan, serta penguatan regulasi dan koordinasi pemangku kepentingan. Pentingnya dukungan untuk membangun kesadaran, kampanye, dan advokasi bersama,” kata dia.
Perwakilan USAID ERAT Hasymi mengungkapkan bahwa lokakarya ini adalah respons terhadap isu perkawinan anak yang semakin mengkhawatirkan. Kalimantan Barat saat ini berada di peringkat tiga tertinggi nasional untuk kasus perkawinan anak.
Iai menyebutkan perkawinan anak berdampak pada stunting dan kemiskinan, sedangkan rencana aksi daerah yang telah dirumuskan sejak 2022 akan segera dibuat pergub.
“Kami berharap rencana ini dapat mengurangi angka perkawinan anak secara signifikan dan menjadi bagian dari rencana pembangunan daerah 2024-2026,” katanya.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS